Menjelang proses pemeriksaan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK tiba-tiba Nunun Nurbaeti, tersangka kasus suap cek pelawat untuk sejumlah anggota DPR dilarikan ke rumah sakit karena kondisi kesehatannya menurun.
Banyak kalangan prihatin dengan keadaan Nunun dan banyak pula yang menilai sakitnya yang dirasakan Nunun hanya untuk mengulur-ulur waktu pemeriksaan.
Menanggapi banyak kalangan yang merasa pesimistis KPK akan sulit membongkar dalang di balik keterlibatan Nunun, juru bicara KPK, Johan Budi kepada pers di Jakarta (13/12) berjanji KPK akan menuntaskan hingga ditemukan seseorang yang memiliki peran penting dalam kasus tersebut.
“Kasus ini tentu kita akan telusuri sampai tuntas, tentu akan kita telusuri apa yang disampaikan atau informasi data oleh ibu N ini kepada KPK, percayalah kita tidak akan berhenti pada ibu N ini, tentu ya dukungan alat bukti siapapun tentu akan ditindak,” ujar Johan Budi menegaskan.
Tertangkapnya Nunun Nurbaetie menjadi kekhawtiran banyak kalangan karena pada gilirannya Miranda Goeltom akan melarikan diri. Dalan siaran persnya, Selasa, Kementerian Hukum dan HAM menyampaikan atas permintaan KPK maka Imigrasi telah memperpanjang pencekalan terhadap Miranda Goeltom untuk masa satu tahun ke depan.
Nunun Nurbaetie diduga menjadi perantara Miranda Goeltom untuk membagi-bagikan 480 cek pelawat senilai Rp 25 miliar kepada sejumlah anggota Komisi IX DPR RI tujuh tahun lalu.
Komisi itu membidangi masalah ekonomi dan perbankan sekaligus bertanggung jawab melakukan uji kepatutan dan kelayakan bagi calon Deputi Senior Gubernur Bank Indonesia sehingga pembagian cek pelawat disebut-sebut merupakan suap Miranda Goeltom terpilih untuk periode 2004 hingga 2009.
Kasus dugaan suap mulai terungkap pada tahun 2010 dan 29 anggota dan mantan anggota DPR yang menerima suap sudah menjalani proses hukum. Kasus suap tersebut dan beberapa kasus lain yang melibatkan sejumlah anggota DPR membuat DPR semakin disorot dan dinilai sebagai institusi politik sarat korupsi.
Menanggapi pendapat tersebut, anggota Komisi III DPR RI, komisi yang membidangi masalah Hukum dan HAM dari Fraksi PKS, Nasir Djamil menilai tidak semua politisi korupsi.
“Bahwa ada episentrum korupsi dipusat-pusat kekuasaan itu betul bukan saja menjangkiti political society tetapi civil society, jangan dipikir politik aja yang kemudian rawan dengan korupsi, civil society juga terjangkiti dengan korupsi,” kata Nasir Djamil.
Nasir Djamil menambahkan sebaiknya berbagai pihak tidak saling tuduh dan menyalahkan dengan masih banyaknya kasus korupsi di Indonesia melainkan harus kompak memberantasnya.
“Korupsi di Indonesia itu sudah menjadi kejahatan struktural yang tidak menumbuhkan rasa bersalah bagi pelakunya dan setiap orang yang masuk struktur kekuasaan itu cenderung untuk korupsi, ke depan KPK terutama itu harus mengefektifkan fungsi pencegahan di tingkat sistem, gerakan pemberantasan korupsi itu bukan semata-mata gerakan menghukum tapi juga bagaimana kemudian bisa mengubah budaya dan pola pikir di kalangan penyelenggaran negara,” demikian menurut Nasir Djamil.