Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan Bupati Bandung Barat Aa Umbara Sutisna (AUS) dan anaknya Andri Wibawa (AW) terkait kasus dugaan korupsi pengadaan barang bantuan sosial (bansos) COVID-19 pada 2020. Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron mengatakan keduanya ditahan di Rutan KPK Jakarta selama 20 hari, mulai 9 April 2021, untuk kepentingan penyidikan setelah sebelumnya ditetapkan sebagai tersangka.
"Sebelumnya KPK telah menetapkan AUS dan AW bersama-sama dengan MTG sebagai tersangka dan telah diumumkan pada 1 April lalu," jelas Nurul Ghufron di Jakarta, Jumat (9/4).
MTG merupakan pemilik PT Jagat Dir Gantara dan CV Sentral Sayuran Garden City Lembang. Bupati Bandung Barat dan anaknya semestinya ditahan bersamaan dengan MTG pada 1 April. Namun, karena alasan sakit, AUS dan AW baru ditahan pada Jumat (9/4). Menurut Ghufron, keduanya akan menjalani isolasi mandiri terlebih dahulu selama 14 hari di tahanan KPK.
Dalam kasus ini, AA Umbara diduga telah menerima uang sebanyak Rp1 miliar. Ia dijerat dengan Pasal 12 huruf i dan atau Pasal 15 dan Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 56 KUHP.
Pasal 12 huruf i mengatur tentang gratifikasi kepada penyelenggara negara dengan ancaman pidana penjara paling singkat empat tahun penjara dan paling lama 20 tahun penjara, serta denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar. Sedangkan ancaman Pasal 12B lebih berat, yakni hukuman seumur hidup.
Sedangkan AW diduga menerima keuntungan sejumlah Rp2,7 miliar dan MTG diduga telah menerima keuntungan sekitar Rp2 miliar. Keduanya disangkakan melanggar Pasal 12 huruf i dan atau Pasal 15 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP Jo Pasal 56 KUHP.
Celah Regulasi Pengadaan Barang
Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Almas Sjafrina mengatakan ada setidaknya enam kasus korupsi terkait bansos COVID-19 selama pandemi. Di antaranya terjadi di Jakarta dan Makassar. Menurutnya, korupsi tersebut muncul karena ada celah regulasi dalam pengadaan barang dan jasa yang melalui mekanisme penunjukan langsung saat situasi darurat atau pandemi.
"Tidak ada tender, di situ kami melihat ada potensi korupsi dan konflik kepentingan yang tinggi," jelas Almas kepada VOA, Sabtu (10/4) siang.
Almas menuturkan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang Jasa Pemerintah (LKPP) mengatur agar perusahaan yang ditunjuk telah terdaftar dan memiliki pengalaman dalam pengadaan barang yang dibutuhkan. Namun, ICW menemukan pejabat pembuat komitmen kerap mengabaikan aturan tersebut sehingga terjadi korupsi.
Ia menuturkan terbongkarnya kasus dugaan korupsi bansos yang melibatkan mantan Menteri Sosial Juliari P. Batubara pada akhir tahun lalu juga tidak membuat pejabat di daerah jera. KPK menetapkan empat tersangka lain dalam kasus yang melibatkan Menteri Sosial, di antaranya pejabat yang membuat komitmen di Kementerian Sosial, yaitu Matheus Joko Santoso dan Adi Wahyono. Sedangkan dua tersangka lainnya berasal dari pihak swasta, yaitu Ardian IM dan Harry Sidabuke.
Dugaan korupsi ini bermula dari pengadaan bansos di Kementerian Sosial dengan total nilai Rp5,9 triliun rupiah atau 272 kontrak yang dilaksanakan dalam dua periode. Pengadaan ini dilakukan dengan penunjukkan langsung dan diduga ada fee atau biaya sebesar Rp10 ribu per paket bansos yang diterima Juliari.
Untuk paket bansos sembako periode pertama, Juliari diduga menerima fee Rp8,2 miliar yang diberikan secara tunai oleh Matheus melalui Adi. Uang itu dikelola oleh dua orang kepercayaan Juliari - yaitu Eko dan Shelvy – untuk digunakan membayar keperluan pribadinya.
Untuk paket bansos sembako periode kedua, terkumpul fee sekitar Rp8,8 miliar yang diduga juga akan digunakan untuk keperluan Juliari. [sm/ah]