KTT Perubahan Iklim PBB di Doha, Qatar, ditetapkan berakhir hari Jumat, tapi delegasi-delegasi masih belum sepakat tentang langkah-langkah berikutnya setelah Protokol Kyoto, perjanjian global tahun 1997 tentang perubahan iklim, berakhir bulan ini.
Para juru runding dari hampir 200 negara telah membahas cara-cara untuk memperpanjang perjanjian itu sampai kesepakatan yang lebih kuat dapat diberlakukan tahun 2020.
Dua isu telah membayangi perundingan dua minggu itu. Negara-negara berkembang menuntut negara-negara industri memenuhi janji mereka dibawah perjanjian Kyoto untuk mengurangi emisi gas rumah kaca mereka, dan memberlakukan pembatasan baru emisi yang lebih besar. Mereka juga menegaskan negara-negara kaya untuk menyediakan lebih banyak bantuan keuangan untuk membantu negara-negara miskin beralih ke sumber energi yang lebih bersih dan mengatasi pemanasan global.
Dalam KTT iklim PBB tiga tahun lalu, delegasi sepakat pada tahun 2020, $100 miliar per tahun akan dikumpulkan bagi Dana Iklim Hijau, namun negara-negara kaya belum menguraikan jadwal penyediaan dana itu. Tekanan ekonomi mempengaruhi beberapa negara industri untuk mengusulkan bantuan keuangan tahunan yang lebih kecil.
Tapi delegasi Tiongkok Su Wei mengatakan dalam konferensi, "Kami menggarisbawahi perlunya tujuan tahun 2013-2015 untuk menghindari kesenjangan dan memastikan dukungan keuangan yang memadai bagi negara-negara berkembang."
Christiana Figueres, sekretaris eksekutif Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim, mengatakan kepada para delegasi, "Belum ada satu negarapun yang melakukan upaya maksimalnya."
Selagi juru runding di Doha melanjutkan pembahasan hingga Jumat larut malam, Figueres mengatakan pendapat setiap negara perlu didengar. "Mereka semua harus meninggalkan Doha dengan sesuatu yang memberdayakan mereka dalam mengatasi perubahan iklim, menyadari bahwa ini adalah bukan akhir dari segalanya."
Para juru runding dari hampir 200 negara telah membahas cara-cara untuk memperpanjang perjanjian itu sampai kesepakatan yang lebih kuat dapat diberlakukan tahun 2020.
Dua isu telah membayangi perundingan dua minggu itu. Negara-negara berkembang menuntut negara-negara industri memenuhi janji mereka dibawah perjanjian Kyoto untuk mengurangi emisi gas rumah kaca mereka, dan memberlakukan pembatasan baru emisi yang lebih besar. Mereka juga menegaskan negara-negara kaya untuk menyediakan lebih banyak bantuan keuangan untuk membantu negara-negara miskin beralih ke sumber energi yang lebih bersih dan mengatasi pemanasan global.
Dalam KTT iklim PBB tiga tahun lalu, delegasi sepakat pada tahun 2020, $100 miliar per tahun akan dikumpulkan bagi Dana Iklim Hijau, namun negara-negara kaya belum menguraikan jadwal penyediaan dana itu. Tekanan ekonomi mempengaruhi beberapa negara industri untuk mengusulkan bantuan keuangan tahunan yang lebih kecil.
Tapi delegasi Tiongkok Su Wei mengatakan dalam konferensi, "Kami menggarisbawahi perlunya tujuan tahun 2013-2015 untuk menghindari kesenjangan dan memastikan dukungan keuangan yang memadai bagi negara-negara berkembang."
Christiana Figueres, sekretaris eksekutif Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim, mengatakan kepada para delegasi, "Belum ada satu negarapun yang melakukan upaya maksimalnya."
Selagi juru runding di Doha melanjutkan pembahasan hingga Jumat larut malam, Figueres mengatakan pendapat setiap negara perlu didengar. "Mereka semua harus meninggalkan Doha dengan sesuatu yang memberdayakan mereka dalam mengatasi perubahan iklim, menyadari bahwa ini adalah bukan akhir dari segalanya."