Polisi federal bersenjatakan senapan AK-47 ditempatkan tiap beberapa meter di banyak jalan utama di Addis Ababa, ibukota Ethiopia, menyambut Presiden Amerika Barack Obama. Polisi kota itu mendirikan pos-pos di jalanan untuk memeriksa kendaraan, pengemudi dan penumpang.
Perhatian yang rinci terhadap keamanan semacam ini telah menjadikan Ethiopia sekutu dekat Amerika dalam melawan teroris di Afrika Timur. Walaupun militan al-Shabab asal Somalia telah memasuki Kenya hingga Uganda, mereka belum mampu menembus Ethiopia.
Awal bulan ini, sejumlah saksi mata di Somalia melaporkan 3.000 tentara Ethiopia memasuki Somalia untuk melawan kelompok ekstremis itu.
Kalangan pengecam pemerintah, termasuk diantaranya selusin wartawan dan penulis blog yang dipenjara, mengatakan penerapan keamanan seperti itu seringkali mengabaikan kebebasan sipil dan HAM rakyat.
Ketika ditanya oleh VOA, banyak warga Addis Ababa mengatakan tidak punya pendapat apapun mengenai kunjungan Obama. Sejumlah orang mengatakan kecewa terhadap Obama, sentimen yang umum di Afrika karena mereka mengharapkan lebih banyak dari seorang presiden Amerika keturunan Afrika.
Tetapi sejumlah warga lainnya punya harapan besar dari kunjungan dua hari Obama yang dimulai hari Minggu. Samson Kiflom, seorang manajer IT, mengharapkan kerjasama yang lebih erat dengan industri teknologi informasi Amerika. Tetapi harapan terbesarnya adalah kebebasan.
Seperti banyak warga lainnya, Melaku Alameru, seorang pegawai bank, juga khawatir lawatan Obama yang disusun sangat ketat membuatnya tidak bisa melihat kenyataan hidup pahit yang sering dialami rakyat Ethiopia.
“Presiden Obama bisa menilai apakah pembangunan di Ethiopia memang nyata dan mana yang benar, pemerintah atau pihak oposisi… Pemerintah mengatakan hak-hak asasi warga dihormati, tetapi opisisi mengatakan sebaliknya.”
Seusai berbicara dengan Melaku, tim VOA diperintahkan polisi untuk berhenti membuat video dan segera meninggalkan daerah itu.