Salwan Momika, imigran asal Irak yang tinggal di Swedia sejak beberapa tahun lalu membuat umat Islam di berbagai penjuru dunia, termasuk Indonesia, marah. Hanya dalam waktu kurang dari sebulan, dia sudah dua kali menghina kita suci umat Islam.
Kejadian pertama pada 28 Juni lalu di luar sebuah masjid di Ibu Kota Stockholm. Salwan menendang-nendang dan membakar sebuah Alquran. Dia mengulangi lagi Kamis (20/7) dengan menendang-nendang Al-Qur'an tanpa dibakar.
Menanggapi kejadian tersebut, juru bicara Kementerian Luar Negeri Teuku Faizasyah menjelaskan kepada VOA, Jumat (21/7), Pemerintah Indonesia mengecam keras penghinaan terhadap Alquran yang kembali terjadi di Stockholm.
Dia menambahkan Menteri Luar Negeri Retno Marsudi sudah menginstruksikan kepada Duta Besar Indonesia untuk Swedia Kamapradipta Isnomo untuk kembali menyampaikan protes bersama negara-negara anggota Organisasi Kerja Sama Islam yang memiliki perwakilan diplomatik di Swedia.
Menurut Faizasyah, Indonesia akan terus mengangkat isu Islamofobia di berbagai forum internasional, termasuk OKI, dan Dewan Hak Asasi Manusia (HAM) Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
"Kita melihat bila tidak ada satu tindakan hukum yang sejalan dengan hukum di Swedia, artinya perlu disadarkan melalui berbagai forum internasional bahwa ini (penghinaan terhadap kitab suci) tidak bisa dibenarkan dengan berlindung di balik konsepsi kebebasan berpendapat,” katanya.
Dia mengaku belum memperoleh informasi apakah Kementerian Luar Negeri akan memanggil duta besar Swedia di Jakarta, untuk meminta klarifikasi dan menyampaikan protes lewat nota diplomatik.
Faizasyah menegaskan adanya perbedaan pandangan antara negara-negara Barat yang mengutamakan kebebasan berpendapat, dan mayoritas negara lainnya yang menganggap kebebasan berekspresi harus dibatasi oleh hak publik. Negara-negara Barat, katanya, seharusnya melihat bagaimana kebebasan menyampaikan pendapat bisa menimbulkan ketidakharmonisan hubungan antarumat beragama.
Indonesia dalam beberapa kesempatan sudah menyampaian keprihatinan dan kecaman terhadap pelecehan Al-Qur'an yang terjadi di Swedia. Pemerintah juga mengantisipasi adanya reaksi dari masyarakat di dalam negeri yang kecewa mengingat berulangnya penistaan terhadap Al-Qur'an di negara itu.
Faizasyah mengatakan, bila kejadian ini terus berulang hubungan bilateral antara Indonesia dan Swedia akan terganggu mengingat persepsi masyarakat Indonesia yang tidak kondusif terhadap Swedia.
Ketua Bidang Kerja Sama dan Hubungan Luar Negeri Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sudarnoto Abdul Hakim menjelaskan sumber utama berulangnya pelecehan terhadap Al-Qur'an di Swedia adalah undang-undang yang berlaku di negara Eropa itu.
Dia menambahkan karena tidak ada aturan yang melarang penodaan terhadap kitab suci, orang-orang ekstrem yang fobia terhadap Islam bisa bebas menodai Al-Qur'an. Karena itu, katanya, harus ada upaya dari berbagai pihak untuk mendorong terjadinya perubahan undang-undang kebebasan berekspresi di Swedia.
Menurut Sudarnoto, semua pihak harus bisa meyakinkan Swedia dan negara-negara lainnya untuk mematuhi resolusi PBB yang mendesak negara-negara untuk menangani, mencegah, dan memperkarakan tindakan kebencian terhadap agama.
"Kedua, harus meyakinkan betul kekuatan-kekuatan politik dan masyarakat (di Swedia) bisa memberikan keyakinan bahwa semangat Islamofobia, menginjak-injak Al-Qur'an dan kitab suci apa saja, dan penistaan agama apa saja adalah musuh peradaban, musuh masyarakat, bukan musuhnya orang Islam saja," ujar Sudarnoto kepada VOA.
Namun dia juga tidak yakin upaya-upaya itu akan menghasilkan perubahan aturan kebebasan berpendapat di Swedia. Menurutnya, jika pemerintah Swedia terus membiarkan aksi penistaan agama Islam, sentimen agama akan meningkat dan kekerasan terhadap kepentingan Swedia di beragam negara bisa terjadi. Dia mencontohkan, apa yang dilakukan sejumlah warga Irak yang merusak dan membakar Kedutaan Besar Swedia di Baghdad, Kamis.
Sudarnoto mengharapkan pemerintah Swedia segera mengambil tindakan strategis dengan mengubah undang-undang kebebasan berekspresi. Dia menegaskan pelecehan terhadap kitab suci merupakan kejahatan serius.
Dia menekankan MUI sejak pembakaran Al-Qur'an di Swedia telah menyampaikan protes kepada Kedutaan Swedia di Jakarta. MUI juga ingin berkolabrasi dengan berbagai pihak untuk membentuk gerakan menolak Islamofobia.
Ia juga mengatakan, umat Islam di Indonesia berhak melakukan unjuk rasa menentang penghinaan Al-Qur'an yang terjadi dua kali dalam waktu tidak sampai sebulan di Swedia, karena demonstrasi merupakan hak konstitusional. Tapi dia mengingatkan protes itu harus dilakukan dengan cara beretika dan tidak dibarengi tindakan kekerasan.
Menanggapi pembakaran Al-Qur'an oleh Salwan akhir bulan lalu, Dewan HAM PBB pada 12 Juli mengesahkan resolusi tentang kebencian agama. Resolusi ini menyerukan agar negara-negara anggota PBB meninjau undang-undang serta menutup celah yang bisa menghambat pencegahan dan penuntutan terhadap tindakan kebencian agama.
Amerika Serikat, Inggris, dan Uni Eropa menolak resolusi tersebut dengan alasan bertentangan dengan pandangan mereka tentang HAM dan kebebasan berekspresi. Sementara mengutuk pembakaran Al-Qur'an, mereka berpendapat inisiatif OKI dirancang untuk melindungi simbol-simbol agama daripada HAM. [fw/ab]
Forum