Anggota Komisi I DPR RI Effendi Choirie mengatakan di Jakarta Minggu (22/7) , langkah-langkah yang diambil Panglima TNI dan Kementerian Pertahanan yang terus berupaya meningkatkan kualitas latihan bersama dengan pihak militer negara mitra, akan memperkuat kemampuan prajurit TNI, salah satunya kesatuan marinir dan personil TNI AL umumnya.
“Tentara Nasional Indonesia (TNI) cukup aktif , angkatan laut diberdayakan sedemikian rupa, (Indonesia) inikan negara kepulauan yang mesti agresif itu angkatan lautnya,” ujar Effendi.
Effendi Choirie menambahkan, keterbatasan alat utama sistem senjata (alutsista) militer Indonesia hendaknya tidak menjadi hambatan bagi meningkatkan profesionalitas prajurit TNI.
Mengutip laman situs Kementerian Pertahanan RI, Pekan lalu (12/7), personil marinir AS yang bertugas di kapal perang milik Angkatan Laut Amerika Serikat (US Navy), USS Benfold melakukan latihan bersama dengan prajurit marinir Indonesia dari Kapal Perang KRI Hasan Basri dan KRI Uling milik TNI Angkatan Laut. Latihan bersama digelar di kawasan timur Indonesia tepatnya di sekitar perairan Pulau Dewata, Bali.
Kehadiran kapal perang milik AS tersebut merupakan rangkaian kunjungan ke kawasan Asia Tenggara. Kapal perang USS Benfold berangkat langsung dari pangkalan AL di San Diego, Amerika Serikat.
Pakar menilai setiap bentuk latihan militer akan menguntungkan kedua belah pihak, selain saling memahami perkembangan teknologi dan berbagi pengalaman, personel militer kedua negara dapat memetakan dan merumuskan strategi pertahanan bersama dalam menghadapi berbagai bentuk ancaman militer di masa depan.
Pengamat pertahanan (militer) , Wawan Purwanto dari Lembaga Pengembangan Kemandirian Nasional (LPKN) lebih jauh mengatakan, “Yang namanya latihan bersama (joint training) itu pasti ada manfaatnya, ini semua ditujukan untuk menjaga perdamaian, keamanan dan stabilitas kawasan, bukan untuk hal-hal yang sebaliknya.”
Dari pengamatan VOA selama tahun 2012 ini, tercatat beberapa kali TNI menggelar latihan bersama dengan personel militer AS.
Para pengamat menyorot khusus kehadiran militer AS di Indonesia. Pengamat politik Internasional dari Universitas Syiah Kuala Banda Aceh, DR Adli Abdullah menilai, peran AS di dunia masih cukup dominan, disamping kerjasama militer, pihak AS juga cukup berpegaruh dalam bidang diplomasi global dan kampanye penegakan hak-hak sipil di dunia.
“Amerika Serikat dapat lebih berperan lebih banyak, seperti kasus Rohingnya di Burma (Myanmar), di mana etnis Rohingnya sangat dilanggar hak-hak dasar mereka , yang sampai hari ini tidak diakui mereka sebagai warga negara oleh rezim militer di sana. Harapannya, AS bisa berperan aktif untuk memediasi antara jungta militer dan Aung San Suu Kyi, pemimpin sipil sekarang supaya tetap menghormati hak-hak dasar, hak asasi manusia (HAM) etnis Rohingnya,” papar Adli Abdullah.
Latihan bersama marinir TNI AL dengan personel militer AS baru-baru ini juga digelar di Jawa Timur, latihan melibatkan sekitar 1200 marinir TNI-AL dan lebih 800 pasukan Angkatan Laut AS dari jajaran Pusat Komando Armada Pasifik , United State Pacific Command (USPACOM).
Latihan bersama diberi nama, Cooperation Afloat Readiness And Training (CARAT) 2012, tepatnya digelar di Pantai Banongan Situbondo Jawa Timur. Para pejabat militer Indonesia mengatakan, latihan tersebut merupakan yang ke-18 (delapan belas) kalinya. Latihan digelar guna meningkatkan kemampuan tempur Angkatan Laut kedua negara, dalam pertempuran dan pengamanan perairan.
Sebelumnya dalam pekan pertama bulan Juni lalu, gelar latihan bersama juga berlangsung di Jawa Timur melibatkan tiga kapal perang AS yang berlabuh di pelabuhan Perak Surabaya , ketiga kapal perang AS tersebut USS Vandegriff , USCG Waesche dan USS Germantown.
Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro pekan lalu saat memberikan pengarahan kepada peserta sosialisasi Program Studi Universitas Pertahanan (UNHAN) di Jakarta mengatakan, saat ini ancaman terhadap pertahanan negara tidak hanya ancaman militer saja, tetapi juga non militer. Ancaman tidak hanya tradisional tetapi juga non tradisional, dan itu memerlukan pengetahuan tersendiri untuk menanggulanginya.
Menhan Purnomo mengatakan, banyak isu-isu di bidang pertahanan yang harus diselesaikan, dan untuk dapat menyelesaikannya sangat dibutuhkan latar belakang yang kokoh di dalam ilmu terapan pertahanan.
Menhan memberikan contoh, salah satunya terkait revolusi kerjasama militerdi dunia, Revolution in Military Affairs (RMA). Menhan Purnomo menambahkan kemajuan teknologi dan ilmu pengatahuan di bidang militer menuntut profesionalisme seluruh jajaran Kementerian Pertahanan dan TNI.
“Tentara Nasional Indonesia (TNI) cukup aktif , angkatan laut diberdayakan sedemikian rupa, (Indonesia) inikan negara kepulauan yang mesti agresif itu angkatan lautnya,” ujar Effendi.
Effendi Choirie menambahkan, keterbatasan alat utama sistem senjata (alutsista) militer Indonesia hendaknya tidak menjadi hambatan bagi meningkatkan profesionalitas prajurit TNI.
Mengutip laman situs Kementerian Pertahanan RI, Pekan lalu (12/7), personil marinir AS yang bertugas di kapal perang milik Angkatan Laut Amerika Serikat (US Navy), USS Benfold melakukan latihan bersama dengan prajurit marinir Indonesia dari Kapal Perang KRI Hasan Basri dan KRI Uling milik TNI Angkatan Laut. Latihan bersama digelar di kawasan timur Indonesia tepatnya di sekitar perairan Pulau Dewata, Bali.
Kehadiran kapal perang milik AS tersebut merupakan rangkaian kunjungan ke kawasan Asia Tenggara. Kapal perang USS Benfold berangkat langsung dari pangkalan AL di San Diego, Amerika Serikat.
Pakar menilai setiap bentuk latihan militer akan menguntungkan kedua belah pihak, selain saling memahami perkembangan teknologi dan berbagi pengalaman, personel militer kedua negara dapat memetakan dan merumuskan strategi pertahanan bersama dalam menghadapi berbagai bentuk ancaman militer di masa depan.
Pengamat pertahanan (militer) , Wawan Purwanto dari Lembaga Pengembangan Kemandirian Nasional (LPKN) lebih jauh mengatakan, “Yang namanya latihan bersama (joint training) itu pasti ada manfaatnya, ini semua ditujukan untuk menjaga perdamaian, keamanan dan stabilitas kawasan, bukan untuk hal-hal yang sebaliknya.”
Dari pengamatan VOA selama tahun 2012 ini, tercatat beberapa kali TNI menggelar latihan bersama dengan personel militer AS.
Para pengamat menyorot khusus kehadiran militer AS di Indonesia. Pengamat politik Internasional dari Universitas Syiah Kuala Banda Aceh, DR Adli Abdullah menilai, peran AS di dunia masih cukup dominan, disamping kerjasama militer, pihak AS juga cukup berpegaruh dalam bidang diplomasi global dan kampanye penegakan hak-hak sipil di dunia.
“Amerika Serikat dapat lebih berperan lebih banyak, seperti kasus Rohingnya di Burma (Myanmar), di mana etnis Rohingnya sangat dilanggar hak-hak dasar mereka , yang sampai hari ini tidak diakui mereka sebagai warga negara oleh rezim militer di sana. Harapannya, AS bisa berperan aktif untuk memediasi antara jungta militer dan Aung San Suu Kyi, pemimpin sipil sekarang supaya tetap menghormati hak-hak dasar, hak asasi manusia (HAM) etnis Rohingnya,” papar Adli Abdullah.
Latihan bersama marinir TNI AL dengan personel militer AS baru-baru ini juga digelar di Jawa Timur, latihan melibatkan sekitar 1200 marinir TNI-AL dan lebih 800 pasukan Angkatan Laut AS dari jajaran Pusat Komando Armada Pasifik , United State Pacific Command (USPACOM).
Latihan bersama diberi nama, Cooperation Afloat Readiness And Training (CARAT) 2012, tepatnya digelar di Pantai Banongan Situbondo Jawa Timur. Para pejabat militer Indonesia mengatakan, latihan tersebut merupakan yang ke-18 (delapan belas) kalinya. Latihan digelar guna meningkatkan kemampuan tempur Angkatan Laut kedua negara, dalam pertempuran dan pengamanan perairan.
Sebelumnya dalam pekan pertama bulan Juni lalu, gelar latihan bersama juga berlangsung di Jawa Timur melibatkan tiga kapal perang AS yang berlabuh di pelabuhan Perak Surabaya , ketiga kapal perang AS tersebut USS Vandegriff , USCG Waesche dan USS Germantown.
Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro pekan lalu saat memberikan pengarahan kepada peserta sosialisasi Program Studi Universitas Pertahanan (UNHAN) di Jakarta mengatakan, saat ini ancaman terhadap pertahanan negara tidak hanya ancaman militer saja, tetapi juga non militer. Ancaman tidak hanya tradisional tetapi juga non tradisional, dan itu memerlukan pengetahuan tersendiri untuk menanggulanginya.
Menhan Purnomo mengatakan, banyak isu-isu di bidang pertahanan yang harus diselesaikan, dan untuk dapat menyelesaikannya sangat dibutuhkan latar belakang yang kokoh di dalam ilmu terapan pertahanan.
Menhan memberikan contoh, salah satunya terkait revolusi kerjasama militerdi dunia, Revolution in Military Affairs (RMA). Menhan Purnomo menambahkan kemajuan teknologi dan ilmu pengatahuan di bidang militer menuntut profesionalisme seluruh jajaran Kementerian Pertahanan dan TNI.