Menurut Ridwan Kamil, sumber perpecahan sudah merambah ke media sosial dan layanan pesan instan.
“Karena sumber provokasi hari ini di situ, tidak pakai telepon, tidak pakai pamflet. Ada di Facebook, sumber kerusuhan itu. Ada di Instagram, sumber kebencian itu. Ada di WA sumber provokasi itu,” tandas dia ketika melantik jajaran FKUB Jabar, Senin (30/12).
Karena itu, ujarnya, FKUB perlu membentuk tim digital. Selain mendeteksi konten provokatif, tim ini bertugas membuat konten yang menyuarakan keberagaman.
“Beritakan desa welas asih, beritakan keguyuban. Untuk mengimbangi. Karena hasil penelitian menunjukkan isi medsos kebanyakan negatif,” tambahnya.
Pria yang akrab disapa Emil ini menganjurkan, tim tersebut diisi oleh anak-anak muda yang mengerti dunia digital. Pihaknya siap mendukung dari aspek anggaran.
Kelompok Ekstrem Dominasi Konten Agama Internet
Riset yang dilakukan Institute for Global Change pada 2016 menunjukkan bahwa internet masih didominasi oleh kelompok yang menyuarakan radikalisme. Laman-laman internet yang membahas agama masih dikuasai kelompok ekstrem. Sementara kelompok moderat jauh tertinggal.
Penelitian ini menunjukkan, dari 47 kata kunci seperti ‘jihad’ dan ‘Negara Islam’, 89 persennya menyuarakan ekstremisme sementara yang moderat hanya 11 persen. Riset ini dilakukan terhadap 870 laman internet.
Pemprov Jabar sudah mendirikan "Jabar Saber Hoaks" sejak 2018. Dalam setahun terakhir, tim ini telah memverifikasi 5600-an berita bohong. Berita bohong bertopik SARA berjumlah 571 hoaks, urutan ketiga setelah topik politik (1.731 hoaks) dan topik regulasi hukum (922 hoaks).
FKUB Komitmen Tingkatkan Literasi Digital
Ketua FKUB Jabar, Rafani Achyar, mengakui banyaknya hasutan kebencian di internet.
“Memang itu kan sudah kenyataan, sudah fakta itu. Bagi kami FKUB ya memang harus di melek IT, persis seperti (dikatakan) pak gubernur itu,” ujarnya usai dilantik.
Sekretaris MUI Jabar ini mengatakan, pihaknya siap membentuk tim tersebut yang berisikan anak muda.
“Kita perlu nanti ada FKUB digital ya. Walaupun ini kan perlu ada anak muda yang menekuni. Tapi mau tidak mau lah nanti kita ajukan programnya,” tambahnya.
Selain itu, upaya edukasi publik juga perlu dilakukan, terutama dalam literasi digital.
“Sejauh mana kita bisa bijak dalam menggunakan IT itu. Nah FKUB itu nanti memberikan pemahaman pada masyarakat pentingnya kita bijak menggunakan medsos,” ujar Rafani seraya mengatakan MUI sudah mengeluarkan pedoman penggunaan media sosial.
Provinsi Jawa Barat tercatat memiliki kasus intoleransi yang sangat tinggi selama 12 tahun terakhir, menurut Setara Institute.
Dalam Indeks Kerukunan Umat Beragama yang dirilis Kementerian Agama, Jabar mendapatkan skor 68,5. Angka ini jauh di bawah rata-rata nasional yang 73,83. Meski Jabar tetap masuk kategori kerukunan tinggi, skornya jadi nomor 3 terbawah dari 34 provinsi. [rt/ab]