Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Surabaya bersama paralegal dan aktivis anti korupsi di Jawa Timur menggelar aksi keprihatinan dan pengibaran bendera Merah Putih setengah tiang, atas penangkapan Komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) oleh Kopolisian, Jumat (23/1) pagi.
Asisten Kepala bidang Penangan Kasus LBH Surabaya, Yasin Efendi mengatakan, peristiwa penangkapan pimpinan KPK oleh Polri merupakan preseden buruk penegakan hukum di Indonesia, yang terkesan menjadi ajang balas dendam dan kepentingan politik tertentu.
“Sangat buruk tentunya kan, ini tidak kemudian mencontohkan penegakan supremasi hukum yang baik di Indonesia, apalagi kemudian dengan model atau kemudian dengan pertunjukan semacam ini,” kata Yasin Efendi.
"Tentunya masyarakat juga akan tahu, bahwa seolah-olah ketika ada orang yang kemudian terdiskriminasi atau kemudian dijadikan tersangka atas kasus tertentu tapi kemudian dia bisa membalas. Ini bukan kemudian sesuatu yang baik bagi penegakan supremasi hukum di Indonesia," lanjutnya.
Paralegal LBH Bojonegoro, Jainun mengungkapkan, penangkapan pimpinan KPK yang sedang memproses hukum petinggi Polri dalam kasus rekening gendut, merupakan bentuk kriminalisasi dan pelemahan penegakan hukum di bidang korupsi oleh aparat penegak hukum sendiri.
“Yang jelas ini adalah kriminalisasi terhadap KPK, pelemahan. Bagaimana pun ini tetap melemahkan KPK, karena figur orang yang paling getol ditangkap begitu saja, walau pun alasannya itupemalsuan di tahun 2010, saya gak tahu. Tapi yang jelas sekarang ini getol-getolnya untuk pemberantasan korupsi,” kata Jainun, Paralegal LBH Bojonegoro
Lebih lanjut, Yasin Efendi bersama aktivis anti korupsi dan paralegal LBH se-Jawa Timur, mendesak Presiden bersama Kapolri segera menuntaskan kasus ini, agar tidak terjadi lagi konflik antara aparat penegak hukum di Indonesia.
“Kita meminta kepada Kapolri dan tentunya kepada Presiden dan Wakil Presiden Indonesia, dalam hal ini pak Jokowi dan Jusuf Kalla, untuk segera melakukan upaya-upaya dalam melindungi KPK tentunya dalam hal ini secara khusus, dan kemudian meminta untuk menyelesaikan kasus antara Polri dengan KPK,” jelas Yasin Efendi.