Presiden Abdel Fatah el Sisi mengatakan kepada rakyat Mesir, dalam pidato nasional yang disiarkan melalui televisi ke seluruh negara Minggu (22/2) malam, bahwa Mesir berharap akan jadi bagian dari Pasukan Pertahanan Gabungan Arab, yang sekarang sedang dipertimbangkan pembentukannya oleh Liga Arab.
Presiden Sisi bersikeras bahwa Mesir selalu berusaha mempertahankan diri “dari dalam perbatasannya sendiri”, tanpa bermaksud menyerang negara-negara tetangganya. Dia terus membela aksi militer Mesir ke Libya, dengan mengatakan 13 tempat teroris diserang sebagai balasan terhadap pemenggalan terhadap 21 orang Kristen Koptik oleh militan negara Islam atau ISIS.
Sisis menegaskan, tentara Mesir tidak menyerang sebuah negara atau melakukan invasi. Baru-baru ini, dan sampai sekarang, katanya, Mesir selalu mempertahankan wilayahnya tanpa meninggalkan perbatasannya.
Pemimpin Mesir tersebut juga membeberkan gagasan bagi pembentukan sebuah pasukan keamanan Arab gabungan, sebuah isu yang dibahas minggu lalu dalam pertemuan para Menlu Liga Arab.
Sisi menambahkan, kebutuhan bagi sebuah pasukan Arab yang bersatu semakin besar dan semakin mendesak akibat tantangan-tantangan di kawasan. Menurutnya, negara-negara Arab akan mampu mengatasi tantangan itu apabila bersatu.
Persatuan Emirat Arab dan Yordania telah menyatakan dukungan bagi Mesir dalam konflik di Libya dan pembunuhan warganya. Tetapi Qatar mengecam serangan udara Mesir di Libya dan telah berselisih dengan pemerintah dukungan militer itu sejak penggulingan Presiden Islamis, Mohamed Morsi pada Juli 2013.
Guru besar Ilmu Politik dari American University di Beirut, Pofessor Hilal Khashan mengatakan, semua usaha negara-negara Arab sebelumnya, untuk membentuk pasukan militer bersama sejak tahun 1948, “ sehari sebelum Perang Palestina, yang berakhir dengan pendirian negara Israel, telah mengalami kegagalan”.
Tetapi Khasan mengemukakan bahwa Raja baru Arab Saudi, Raja Salman, sedang mempertimbangkan pembentukan “Pasukan bersama Sunni”, yang mencakup Mesir dan saingannya, Turki.
“Raja baru Arab Saudi, Salman, dalam ikhtiarnya untuk lebih terbuka pada Ikhwanul Muslimin, telah menekan Presiden Sisi untuk mengakhiri sengketanya dengan Ikhwanul Muslimin, sehingga hubungan antara Turki dan Mesir bisa membaik. Raja Salman ingin membentuk sebuah pasukan Suni, terdiri dari Arab Saudi, Yordania, Mesir dan Turki,” papar Kashan.
Mengingat ketegangan baru antara Mesir dan Turki, yang sekarang menjadi tempat pengungsian sejumlah besar pemimpin Ikhwanul Muslimin Mesir, kemungkinan untuk membentuk pasukan seperti itu diragukan.