Telah ditemukan adanya indikasi penyimpangan proyek senilai lima triliun rupiah sejak masa perencanaan dan pelaksanaan tender kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP). Demikian menurut peneliti di Indonesia Corruption Watch (ICW) Tama S. Langkun di Jakarta.
"Misalnya yang kita lihat, ada dugaan pos feeding dalam proyek tersebut. Kita juga melihat ada kejanggalan dalam konteks penandatangan kontrak. Kontrak itu ditandatangani pada tanggal 1 Juli 2011. Sementara tanggal 5 Juli 2011, pihak dari pemerintah, panitia pengadaan masih menerima sanggah banding. Padahal dalam ketentuan Perpres 54 Tahun 2010, sanggah banding menghentikan proses. Saya kira ini sangat bahaya," jelas Tama.
Untuk itu, Tama mendesak agar proyek pembuatan e-KTP dihentikan sementara waktu. Penghentian sementara tersebut, kata Tama, dimaksudkan agar Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi dapat melakukan evaluasi ulang terhadap pelaksanaan e-KTP.
"Kalau memang terjadi pelanggaran, terjadi kesalahan, tidak salahnya dihentikan sementara. Dalam penghentian sementara tersebut ada evaluasi, ada perbaikan-perbaikan dilakukan sehingga uang keluar dari APBN atau dari negara ini tepat sasaran," tambah Tama.
Menurut ICW, yang paling penting sekarang ini adalah perampungan Nomor Induk Kependudukan. Menurut organisasi tersebut, penuntasan NIP lebih penting daripada proyek e-KTP. ICW juga meminta agar Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) segera menyelesaikan perhitungan kerugian akibat korupsi proyek uji petik e-KTP.
Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi membantah jika dikatakan proyek e-KTP tersebut gagal. "Jangan buru-buru dinyatakan gagal," ujarnya. "Akhir 2012, kita uji karena ini sudah dievaluasi oleh PPKP. Akan kita sempurnakan dengan memasukkan 15 kementerian untuk menyempurnakan teknisnya. Mereka para doktor IT dari Amerika, dari ITB, dari BPPT dari macam-macam."
Proyek e-KTP semula ditunjukan untuk menghindari penggandaan identitas diri. Tapi, dalam perjalanannya proyek dengan target 170 juta penduduk memiliki e-KTP ini, terlilit berbagai masalah. Kejaksaan Agung sejauh ini telah menetapkan empat orang tersangka kasus dugaan korupsi saat proses uji petik e-KTP berlangsung. Sebuah perusahaan pengadaan alat e-KTP juga melakukan tuntutan ke Komisi Pengawas Persaingan Usaha karena menilai ada penyimpangan dalam tender pengadaan alat e-KTP.