Kepada VoA di Jakarta, Selasa, Yuna Farhan menegaskan tidak tepat jika pemerintah berpendapat jabatan wakil menteri dalam pemerintahan saat ini tidak mengganggu anggaran negara seperti ditegaskan Presiden Yudhoyono dan Menko bidang Perekonomian, Hatta Rajasa sebelum diumumkannya susunan kabinet Indonesia bersatu jilid dua.
Farhan mengatakan, "Setiap kebijakan itu ada konsekuensinya terhadap anggaran, artinya bahwa ketika ada wakil menteri otomatis juga kan ada gaji dan tunjangan, wakil menteri ini kan sekitar 40 juta penghasilannya, kemudian harus ada kendaraan dinas, standar untuk eselon satu dan wakil menteri 450 sampai 500 juta per unitnya, belum lagi fasilitas lainnya seperti asuransi kesehatan."
Yuna Farhan juga menegaskan dengan dipilihnya wakil menteri maka Presiden Yudhoyono menunjukkan sikap tidak konsisten karena sebelumnya presiden menegaskan pemerintah akan melakukan penghematan anggaran negara diantaranya dengan menghentikan sementara proses rekrutmen calon pegawai negeri sipil mulai tahun depan.
“Kita melihat justru disini ketidakkonsistenan Presiden SBY, baru-baru ini mengeluarkan kebijakan moratorium rekrutmen pegawai karena beratnya belanja APBN kita untuk membiayai belanja birokrasi, disisi lain justeru SBY merekrut wakil menteri yang ini menjadi beban juga pada akhirnya untuk belanja pegawai, ini menjadi tidak efektif, " ujar Farhan.
Hal senada juga disampaikan ekonom dari Indonesia Corruption Watch atau ICW Yanuar Rizky. Menurutnya tidak mungkin posisi wakil menteri tidak akan menganggu anggaran disebuah kementerian yang pada akhirnya menjadi beban anggaran negara.
Rizky mengatakan, “Kalau seperti yang dia katakan bahwa wakil menteri itu bukan menteri tapi mengurus manajemen, apa fungsinya dirjen, sebetulnya retorika yang disampaikan oleh presiden sebenarnya menurut saya menunjukkan ketidakmampuan dia membaca keadaan juga, ketidakmampuan dia juga untuk mengatasi politik yang ujung-ujung rembetannya ke anggaran karena penambahan wakil menteri ini apa pun alasannya, dia bilang tidak punya fasilitas menteri dan sebagainya tapi kan eselon satu pun dibayar pakai uang bukan pakai daun kan."
Yanuar Rizky juga mempertanyakan tidak dipersoalkannya dugaan telah terjadi tindak pidana korupsi di Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigasi serta di Kemenpora karena tidak diberhentikannya Menakertrans, Muhaimin Iskandar dan Menpora, Andi Malarangeng. Ia menyesalkan sikap presiden yang mengesankan bahwa presiden tidak pernah melihat telah terjadi sesuatu yang cukup serius di dua kementrian tersebut. Wajar menurutnya jika masyarakat terus menilai bahwa pemerintah belum serius melawan korupsi.
Lebih lanjut ia mengatakan, “Ujungnya ekonomi itu selalu mengatasi distrosi, justru isu yang ramai terkait misalnya korupsi di dua kementerian, okelah, bahwa itu belum mengarah kepada menterinya tapi dalam sebuah signal bahwa pemerintahan ini (ber)perang melawan korupsi, bahwa ada korupsi di kementeriannya, dinilai gagal itu adalah perang utama melawan inefisiensi ekonomi oleh korupsi."