Dr. Anthony Fauci, Direktur Institut Nasional Alergi dan Penyakit Menular, (CDC) mengatakan mahasiswa Amerika Serikat kemungkinan tidak akan mendapat vaksin hingga setidaknya April. Meski demikian ada pengecualian bagi mahasiswa yang masuk dalam kelompok pekerja garis depan, seperti tenaga medis, perawat, dokter, dan mahasiswa yang menjadi dosen, atau bagi mereka yang memiliki kondisi kesehatan. Juga jika mereka mengidap HIV atau kanker.
Penilaian oleh National Academic of Sciences, Engineering and Medicine atau NASEM tentang siapa saja yang berhak menerima vaksin lebih dulu dan kapan giliran mereka, menempatkan orang yang lebih muda pada prioritas rendah dibandingkan mereka yang berusia lebih tua atau yang memiliki masalah kesehatan yang membuat mereka lebih rentan mengidap komplikasi akibat COVID-19.
NASEM membuat penilaian itu sesuai petunjuk dari Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit atau CDC Amerika Serikat di Atlanta, Georgia, dan Institut Kesehatan Nasional AS di Maryland pada October 2020. Walaupun CDC merekomendasikan prosedur peluncuran vaksinasi, negara bagian yang menentukan penerapan distribusi vaksin.
Para mahasiwa mengatakan mereka ingin kampus mereka dibuka kembali supaya mereka bisa kembali ke kampus dan menerima pelajaran secara tatap muka. Kalau mahasiswa sudah divaksinasi COVID-19, maka proses belajar mengajar secara tatap muka akan cepat terwujud.
Namun, upaya distribusi vaksin sejauh ini tidak teratur, banyak penundaan, terjadi kekurangan pasokan, dan pembatalan jadwal vaksinasi, ditambah kebijakan yang berbeda-beda di setiap negara bagian.
Mahasiswa tingkat akhir di Univesitas Delaware, Imani Bell, adalah salah satu dari sedikit mahasiswa yang memenuhi syarat untuk mendapatkan vaksin melalui program di tempatnya mengajar. Namun, meskipun mencoba mendaftar untuk divaksinasi di Delaware dan juga di New Jersey, tempat tinggalnya, sampai sekarang dia belum mendapat jadwal divaksinasi. Alasannya, tidak ada cukup dosis vaksin yang tersedia.
Imani Bell berharap pendistribusian vaksin ditingkatkan supaya setiap orang bisa divaksinasi. Ia mengatakan, “Tidak masuk akal. Kita sudah setahun ini menghadapi pandemi, tetap saja kekurangan vaksin.”
Imani Bell merasa frustrasi karena hanya ada beberapa perusahaan yang memproduksi vaksin padahal, produsen vaksin itu bisa bekerja sama dengan perusahaan farmasi supaya produksi vaksin bisa jauh ditingkatkan.
Beberapa kampus, seperti Rowan University di New Jersey, Worcester Polytechnic Institute di Massachusetts dan Universitas Lasell, juga di Massachusetts, berfungsi sebagai tempat vaksinasi, menurut Gerri Taylor salah satu ketua gugus tugas COVID-19 di American College Health Association (ACHA)
Tempat-tempat vaksinasi itu hanya tersedia untuk kelompok yang diprioritaskan. Misalnya, mereka yang berusia di atas 65 tahun. Namun, tempat-tempat itu akan melayani mahasiswa kalau dosis masih ada.
Meskipun ideal untuk memvaksinasi mahasiswa di kampus, memvaksinasi mahasiswa di dekat kampus pun rasanya sudah cukup// Dan saya juga mengharapkan sekolah-sekolah akan mengumumkan di mana lokasi vaksinasi, dan membuka tempat yang mudah diakses mahasiswa, serta banyak memberi penyuluhan tentang vaksin.
Taylor berpendapat bahwa memvaksinasi mahasiswa sebelum mereka meninggalkan kampus dan melakukan perjalanan pulang sangat membantu untuk menekan laju penyebaran COVID-19 oleh mahasiswa yang secara rutin bolak-balik ke kampus, kemudian berbaur dengan masyarakat.
Sejauh ini hampir 400 ribu kasus virus corona tercatat di lebih dari 1.900 kampus sejak pandemi COVID-19 melanda lebih dari setahun lalu, menurut data dari surat kabar New York Times. Setidaknya 90 mahasiswa meninggal karena komplikasi terkait virus corona.
Namun ada beberapa mahasiswa yang mengatakan bahwa mereka khawatir akan vaksin virus corona. Hasil penelitian yang dilakukan di Eastern Connecticut State University pada 592 mahasiswa tingkat sarjana dan pascasarjana menyebutkan bahwa setengah dari mereka yang disurvei menyatakan bersedia divaksinasi dan setengah lagi menolak atau masih ragu.
Institusi pendidikan tinggi sedang berdebat apakah mewajibkan mahasiswa divaksinasi sebelum perkuliahan tatap muka dimulai kembali, akan menimbulkan masalah hukum.
"Banyak perguruan tinggi dan univesitas mengharuskan mahasiswanya divaksinasi untuk melindungi dari penyakit tertentu seperti Human papillomavirus atau HPV dan meningitis," kata Suzanne Rode, penasihat di Crowell & Moring, firma hukum di San Fransisco.
Tantangan lain menolak vaksinasi mungkin termasuk alasan medis yang sah, dan difabel. Agama pun bisa dijadikan alasan menolak vaksinasi, kata Rode.
Mahasiswa international berhak mendapat vaksin seperti mahasiswa lainnya yang masuk kelompok prioritas, kata Jerome Adams, pejabat kesehatan militer pada Desember lalu. Pedoman vaksinasi khusus untuk mereka yang tinggal, bekerja dan belajar di Amerika bisa dibaca di situs pemerintah negara bagian tempat mereka menempuh pendidikan. [ew/ka]