Pernyataan Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin yang menyatakan peristiwa Semanggi I dan II bukan pelanggaran HAM berat masih menjadi polemik. Dia menyampaikan hal tersebut saat rapat dengan komisi hukum DPR beberapa waktu lalu.
Usai bertemu dengan Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin, Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD, Rabu (22/1/2020), di kantornya mengklarifikasi pernyataan Jaksa Agung tersebut.
Mahfud mengatakan terdapat kesalahpahaman dalam mengutip pernyataan Jaksa Agung. Menurutnya Jaksa Agung Burhanuddin hanya menjelaskan bahwa DPR pernah merekomendasikan bahwa peristiwa semanggi I dan II bukanlah pelanggaran HAM berat.
Rekomendasi tersebut berdasarkan laporan Panitia Khusus Kasus Trisakti, Semanggi I, dan Semanggi II (TSS) pada 9 Juli 2001.
"Dulu DPR pernah mengatakan begitu. Tetapi kalau itu (Tragedi Semanggi I dan II) masih dianggap masih menjadi catatan, Kejaksaan Agung siap menyelesaikan," kata Mahfud.
Menurut Mahfud, secara politis, Kejaksaan Agung akan bertemu DPR untuk membahas Tragedi Semanggi I dan II. Sedangkan dari segi yuridis, penyelesaiannya akan mengikuti aturan hukum yang berlaku
Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Beka Ulung Hapsara menjelaskan Komnas HAM sudah melakukan penyelidikan dan telah menyimpukan kasus Trisakti, Semanggi I dan II adalah pelanggaran HAM berat.
Beka menjelaskan Tragedi Semanggi I dan II termasuk pelanggaran HAM berat karena sudah memenuhi dua unsur pokok, yakni sistematis dan meluas. Sistematis artinya memang ada perintah atau kebijakan yang dikeluarkan oleh seseorang yang memiliki kekuasaan untuk memobilisasi perintah tersebut.
Kemudian meluas karena dampak dari peristiwa itu dirasakan oleh banyak orang. Bukan hanya soal korban jiwa dan luka-luka, tetapi juga dampak situasi sosial, politik, psikologis, trauma, dan sebagainya.
Dia menyayangkan karena sampai saat ini Kejaksaan Agung belum menindaklanjuti hasil penyelidikan Komnas HAM terhadap berbagai kasus pelanggaran HAM berat.
"Sampai saat ini belum ada perkembangan yang berarti. Artinya, Jaksa Agung (Sanitiar Burhanuddin) sampai saat ini masih belum meningkatkan hasil penyelidikan Komnas ke tingkat penyidikan. Mereka menganggap bahwa penyelidikan Komnas bukti-buktinya belum lengkap," ujar Beka.
Menurut Beka, Komnas HAM sudah melengkapi kekurangan bukti yang diminta oleh Kejaksaan Agung. Kewenangan Komnas HAM tambahnya hanya mencari bukti permulaan yang cukup dan kemudian merekonstruksi peristiwa tersebut, sehingga sampai pada kesimpulan peristiwa Trisakti, Semanggi I dan II, adalah pelanggaran HAM berat.
Dia menambahkan Komnas HAM sudah menyerahkan laporan penyelidikan terhadap sebelas kasus pelanggaran HAM berat masa lalu ke Kejaksaan Agung untuk dilanjutkan ke tingkat penyidikan. Kasus pelanggaran HAM berat itu diantaranya kasus 65, Talang Sari Lampung, Penghilangan Orang secara Paksa, Trisakti, Semanggi I dan II.
Dalam pertemuan di kantor Kementerian Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan baru-baru ini, Beka mengungkapkan pimpinan Komnas HAM, Mahfud MD, dan Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin bersepakat untuk mencari penyelesaian bersama soal kasus-kasus pelanggaran HAM berat. Mengenai mekanisme dan teknisnya masih akan dibahas dalam pertemuan-pertemuan selanjutnya.
Sumarsih, ibu dari Bernardinus Realino Irmawan yang akrab disapa wawan, korban tewas akibat penembakan pada Tragedi Semanggi I 1998, menilai Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin mirip para pendahulunya yang menghindari dari tugasnya untuk menindaklanjuti berkas penyelidikan Komnas HAM.
Sumarsih menyebutkan menurut putusan Mahkamah Konstitusi, kategori sebuah peristiwa kekerasan sebagai pelanggaran HAM berat ditentukan oleh hasil penyelidikan Komnas HAM dan hasil penyidikan Kejaksaan Agung. Namun dia mengingatkan sampai sekarang Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin belum melakukan apapun untuk menindaklanjuti laporan Komnas HAM terhadap persitiwa Trisakti, Semanggi I dan II.
Karena itu, Sumarsih merasa semakin pesimistis terhadap komitmen Presiden Joko Widodo untuk mengusut tuntas kasus-kasus pelanggaran HAM berat.
"Memang saya pesimis. Dari pemilu saja kan begitu. Kita sudah bisa melihat bagaimana Pak Jokowi adalah pelindung pelanggar HAM berat,” ujar Sumarsih.
Dia menyebut pengangkatan Wiranto, yang menjabat Menteri Pertahanan dan Keamanan/Pangab pada 1998, menjadi Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) pada kabinet sebelumnya. Dan sekarang Wiranto diangkat menjadi ketua wantimpres (Dewan Pertimbangan Presiden).
“Saya terus terang saja tidak punya harapan pemerintahan sekarang ini untuk menyelesaikan kasus yang menimpa anak saya Wawan," tutur Sumarsih.
Terkait pernyataan Jaksa Agung yang menyebut kasus Semanggi I dan II bukan pelanggaran HAM, Sumarsih menyatakan ia bersama lembaga HAM lainnya akan melakukan somasi kepada Jaksa Agung perihal hal ini. [fw/ft]