Menko Polhukam Mahfud MD mengatakan Kementerian Pertahanan (Kemhan) kalah dalam menghadapi gugatan yang dajukan dua perusahaan di pengadilan arbitrase internasional terkait pembangunan Satelit Komunikasi Pertahanan (Satkomhan). Gugatan pertama dilayangkan Avanti Communications Limited di London Court of Internasional Arbitration karena Kemhan dianggap tidak membayar sewa satelit sesuai dengan nilai kontrak tahun 2015. Pengadilan arbitrase itu menjatuhkan putusan yang berakibat negara membayar sekitar Rp515 miliar pada 9 Juli 2019.
Kemhan juga kalah di Pengadilan Arbitrase Singapura dalam menghadapi gugatan Navayopada 22 Mei 2021 dan Kemhan diminta membayar 20,9 juta dolar Amerika. Navayo adalah perusahaan yang memiliki spesialisasi di bidang perangkat keras terenkripsi dan berpengamanan tingkat tinggi untuk komunikasi cyber.
"Aparat penegak hukum melalui kejaksaan telah melakukan penyelidikan dan penilaian terhadap beberapa informasi tentang adanya pelanggaran hukum yang menyebabkan kerugian negara," jelas Mahfud dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis (13/1/2022).
Kasus dengan Avanti bermula saat Kemhan melakukan kontrak dengan perusahaan itu pada 2015, meski kementerian belum memiliki anggaran untuk keperluan tersebut. Kemhan juga menandatangani sejumlah kontrak dengan perusahaan lain untuk pembangunan Satkomhan yaitu Airbus, Detente, Hogan Lovelis, dan Telesat pada 2015-2016. Pada 2016, anggaran untuk proyek ini telah tersedia namun Kemhan melakukan pemblokiran.
Menurut Mahfud, negara berpotensi mengalami kerugian yang lebih besar karena juga berpotensi ditagih pembayaran oleh perusahaan lain terkait pembangunan Satkomhan.
"Kemenko ditugaskan untuk menyelesaikan ini oleh presiden itu berdasar sidang kabinet pada 21 Agustus 2018. Jadi sudah 3 tahun lebih kita pelajari terus dan koordinasi dengan kejaksaan," tambah Mahfud.
Menko Polhukam juga telah berkoordinasi dengan Menteri Pertahanan, Menteri Komunikasi dan Informatika, Menteri Keuangan, dan Panglima TNI, serta Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) terkait persoalan ini.
Sementara itu, Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin menjelaskan pihaknya akan meningkatkan penyelidikan kasus ini ke tahap penyidikan dalam waktu dekat. kendati demikian, ia belum dapat memaparkan jumlah kerugian negara secara pasti dalam kasus pembangunan Satkomhan.
"Dalam waktu dekat akan naik penyidikan. Kami akan tindaklanjuti dan hasil penyelidikan cukup bukti untuk ditingkatkan," jelas Burhanuddin saat memberikan keterangan bersama Mahfud MD di Jakarta.
Peneliti Pertahanan dan Keamanan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Diandra M Mengko mengatakan persoalan ini menunjukkan adanya kelemahan pengawasan terhadap Kemhan dari Komisi I DPR. Menurutnya, Komisi I DPR memiliki fungsi pengawasan terhadap pengelolaan anggaran di Kemhan.
"Oleh karenanya, apabila memang terdapat kekeliruan pengelolaan ataupun hambatan dalam pemenuhan kontrak, seharusnya ini bisa terdeteksi terlebih dahulu oleh Komisi I DPR jauh sebelum persoalan menjadi panjang seperti hari ini," jelas Diandra kepada VOA, Jumat (14/1/2022).
Diandra menambahkan pemerintah perlu melakukan investigasi secara obyektif untuk melihat akar persoalan kasus ini. Hasil investigasi tersebut perlu menjadi catatan serius Kemhan agar tidak terulang kembali. Di samping itu, DPR dan BPK yang memiliki fungsi pengawasan pengelolaan anggaran dapat mengidentifikasi kasus serupa sedini mungkin.
Terkait pembangunan satelit, Diandra menilai kebutuhan tersebut penting dimiliki negara untuk jalur komunikasi khusus di tengah perkembangan teknologi informasi.
"Sehingga ke depannya diperlukan perencanaan yang lebih baik terkait rencana pengadaan atau sewa atau skema lainnya. Yang terpenting adalah adanya perencanaan yang matang, transparan dan akuntabel." [sm/ab]