Pemenang Hadiah Nobel Perdamaian asal Pakistan, Malala Yousafzai, pada Minggu (12/1) mengecam kondisi hak-hak perempuan dan anak perempuan di Afghanistan sebagai “apartheid gender.”
“Taliban telah mengeluarkan lebih dari 100 undang-undang untuk melucuti hak-hak perempuan, termasuk hak mereka untuk mendapatkan pendidikan, pekerjaan, perawatan kesehatan, dan setiap kebebasan dasar yang bisa Anda bayangkan. Kekejaman mereka tidak mengenal batas. Di bawah sistem apartheid gender yang mereka terapkan, Taliban menghukum perempuan dan anak perempuan yang berani melanggar hukum yang tidak jelas itu dengan memukuli mereka, menahan dan menyakiti mereka. Sederhananya, Taliban tidak melihat perempuan sebagai manusia,” ujar Malala dengan lantang.
Malala Yousafzai berbicara dalam kunjungannya yang jarang terjadi ke negara asalnya untuk berpartisipasi dalam konferensi perdana tentang pendidikan anak perempuan di dunia Muslim.
Acara yang disponsori oleh Liga Dunia Muslim yang berbasis di Mekkah ini dimulai pada Sabtu (11/1) di Pakistan.
Konferensi ini mempertemukan para advokat dan pejabat lokal dan internasional yang berkomitmen untuk memajukan pendidikan anak perempuan.
Namun, perwakilan dari Afghanistan, di mana pendidikan anak perempuan masih dilarang di bawah pemerintahan Taliban, tidak hadir.
Malala mendesak para pemimpin Muslim untuk melakukan lebih banyak hal guna mengamankan hak-hak perempuan dan anak perempuan.
“Konferensi ini dan kehadiran Anda hari ini merupakan langkah awal yang menggembirakan. Tapi kita hanya bisa melakukan percakapan yang jujur dan serius tentang pendidikan anak perempuan jika kita bisa menyebut pelanggaran terburuk dari pendidikan anak perempuan,” tambahnya.
Malala Yousafzai ditembak oleh Taliban pada 2012 karena berjuang untuk pendidikan anak perempuan di Pakistan.
Ia memenangkan hadiah Nobel Perdamaian pada tahun 2014, bersama dengan Kailash Satyarthi, seorang aktivis hak-hak anak India. [em/lt]
Forum