Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu memimpin langsung apel kebhinekaan yang diikuti berbagai organisasi keagamaan dan masyarakat, serta sejumlah organisasi keagamaan, antara lain Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Konferensi Waligereja Indonesia (KWI), Persekutuan Gereja-gereja Indonesia (PGI), Perwakilan Umat Buddha Indonesia (WALUBI), Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia (MATAKIN), dan Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI).
Dalam acara yang dilaksanakan hari Sabtu (16/1) ini turut hadir Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin, Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto dan Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi.
Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu mengingatkan bangsa Indonesia untuk bersatu melawan segala bentuk ancaman, termasuk teror. Menurutnya bentuk perlawanan tersebut dapat diwujudkan melalui bela negara. Ia menyerukan masyarakat supaya tidak takut terhadap tindakan teroris karena menurutnya para teroris memang sengaja ingin menimbulkan ketakutan dalam masyarakat. Ditambahkannya, yang perlu diutamakan adalah terbangunnya kebersamaan yang kokoh dan kuat.
Teror bertentangan dengan agama sehingga harus menjadi musuh bersama, ujar Ryamizard. Ia berharap acara apel kebhinekaan lintas agama ini dapat menumbuhkan kesadaran untuk bela negara.
Ryamizard mengatakan, "Karena kebersamaan 250 juta rakyat Indonesia adalah kekuatan yang maha dahsyat sehingga tidak ada kekuatan lain yang dapat melawannya, apalagi hanya teror-teror kecil . Perang ke depan bukan lagi perang dengan menggunakan alutsista, melainkan perang dengan cara mencuci otak."
Dalam kesempatan yang sama, Ketua Umum PBNU Said Aqil Siradj mengatakan Indonesia saat ini sudah darurat radikalisme, terorisme, dan narkoba. Ini dikarenakan reformasi yang – menurut Said Agil – sudah kebablasan, dimana ideologi dari luar Indonesia mudah sekali masuk.
“Padahal jelas aliran dari Timur Tengah tidak cocok untuk Indonesia”, tegasnya. Di Timur Tengah tidak ada ulama yang nasionalis dan keberadaan Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) justru sangat berbahaya sehingga ISIS harus dilawan.
"Tidak ada yang lebih dzalim daripada orang yang melakukan kejahatan dengan mengatasnamakan Islam. Mengaku Islam tetapi melakukan kejahatan seperti membom itu orang yang paling dzalim atau keji," ujar Said Agil.
Hal serupa disampaikan tokoh agama Katolik Franz Magnis Suseno yang menyatakan pengeboman di Sarinah Thamrin, Jakarta itu tidak ada hubungannya dengan agama.
Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Mabes Polri Irjen Anton Charliyan menyebutkan bahwa di Indonesia sekarang ini ada 1.085 gerakan radikal. Polisi telah berupaya menekan perkembangan gerakan radikal ini, baik secara fisik maupun secara ideologi. Khusus penekanan secara ideologi tidak bisa dilakukan oleh polisi sendiri, tanpa bantuan komponen lain, seperti ulama dan tokoh masyarakat.
"Mari kita sama-sama meningkatkan kepedulian terhadap terorisme, terorisme merupakan ancaman. Semua komponen ikut terlibat untuk menekan gerakan terorisme ini. Perlu disadari gerakan terorisme ini bukan hanya terjadi di Indonesia tetapi terjadi di seluruh dunia secara internasional," ajak Anton.
Tim Densus 88 hari Sabtu (16/1) menjemput lima napi teroris dari Lapas Tangerang. Kelima narapidana itu menurut Kadiv Humas Mabes Polri Irjen Anton Charliyan diperlukan untuk mengembangkan penyidikan kasus di Sarinah – Thamrin, Jakarta. Anton Charliyan menolak mengungkapkan nama kelima narapidana yang dijemput Densus 88 dari Lapas Tangerang. [fw/em]