Bagi Suster Dominika Winanda dari Kongregasi Fransiskanes Santa Elisabeth, turut terlibat dalam kegiatan penyembelihan hewan kurban merupakan pengalaman pertama kali dalam hidupnya. Meski bukan penganut agama Islam, dia terlihat tidak canggung berbaur dengan ibu-ibu muslimah di Cangkringan, Yogyakarta. Suster Dominika duduk bersimpuh beralas tikar sambil memotong-motong daging kambing yang baru saja disembelih.
Dia bahkan berharap, tahun depan masih punya kesempatan untuk terlibat langsung dalam prosesi penyembelihan hewan kurban umat Muslim. “Patut saya syukuri umat Kristiani boleh turut terlibat. Hadir bersama mereka merupakan hal yang sangat baik dan saya berharap ini tidak hanya berlangsung tahun ini.”
Hari Selasa siang, Pondok Pesantren Al Qodir di Cangkringan, Yogyakarta menyembelih 200 ekor kambing. Hewan kurban itu merupakan sumbangan masyarakat Muslim Singapura. Seluruh daging hewan kurban akan dibagikan untuk korban bencana letusan Merapi, yang tinggal di hunian sementara tak jauh dari lokasi pondok pesantren.
Kegiatan yang melibatkan umat agama lain, baik itu Kristiani, Hindu maupun Budha untuk berpartisipasi dalam acara tersebut, menurut pengasuh Pondok Pesantren Al Qodir, KH Masrur Ahmad MZ, merupakan upaya menjalin kebersamaan antar umat beragama. “Melibatkan lintas agama adalah (perwujudan) bentuk kebersamaan. Salah satu tujuan dari kurban adalah bagaimana kita jadi bersaudara antara yang mampu berkurban dengan yang tidak mampu berkurban," ujar Kyai Masrur.
KH Masrur Ahmad MZ mengatakan, salah satu tujuan penyembelihan hewan kurban adalah membagikan daging dari mereka yang berkurban kepada yang tidak. Dalam kerangka persaudaraan antar umat beragama sebagai sesama manusia, daging hewan kurban juga diberikan kepada mereka yang beragama selain Islam.
Pastor Paroki Gereja Babadan Yogyakarta, Romo Robertus Tri Widodo Pr, menyambut baik kebersamaan antar umat beragama dalam prosesi penyembelihan hewan kurban kali ini. Bagi umat Kristiani, keikutsertaan semacam ini adalah bentuk pelayanan kemanusiaan yang tidak mengenal perbedaan suku maupun agama.
Romo Robertus berharap persaudaraan antar umat beragama akn menjadi semakin erat. Dengan demikian kerja-kerja pelayanan kemanusiaan bisa terus dilakukan, khususnya terhadap korban letusan Gunung Merapi. “Membangun persaudaraan itu indah.Kalau begini kami tidak lagi ingat macam-macam perbedaan daerah asal, suku, maupun agama", demikian kata Romo Robertus."Ketika terbangun persaudaraan, dengan sendirinya sangat mudah ketika kita mau melayani kemanusiaan", tambahnya.
Meskipun melibatkan umat beragama lain, proses penyembelihan hewan kurban tetap dilakukan sesuai aturan Islam. Para santri pondok pesantren menyembelih hewan dan mengulitinya.Sedangkan proses lanjutannya, seperti memotong daging dan membungkusnya ke dalam plastik sebelum dibagikan, dilakukan baik oleh umat Islam, Kristen maupun yang beragama lain.