Pengalaman sebagai arsitek di berbagai perusahaan internasional yang telah dirintisnya sejak tahun 1995 telah membawa langkah Maulana Murdan ke jajaran arsitek senior di Woods Bagot, sebuah perusahaan desain dan konsultasi global dengan 15 studio di seluruh dunia.
Sempat bekerja di Singapura selama 6 tahun, tahun 2001 Maulana pindah ke San Francisco dan mulai bekerja di Woods Bagot sejak 2008.
Saat ini Woods Bagot yang mempunyai spesialisasi desain pada bangunan komersial super tinggi, memiliki beberapa proyek di Jakarta.
“Alhamdullilah, pada tahun 2012, kantor kami menerima tawaran untuk membangun menara Telkom, dan sampai sekarang kami sudah dapat sekitar 6 proyek besar di Jakarta,” kata Maulana.
Proyek lain yang ditangani Maulana di Jakarta adalah Mega Kuningan, tempat tinggal dan hotel di Dharmawangsa, serta proyek reklamasi pulau di Jakarta Utara.
“Sebenarnya ini keinginan saya dari awal, saya ingin membangun Indonesia dengan semua expertise yang saya dapat lewat semua pengalaman, tidak penting saya ada di mana. Prinsip saya, kalau saya bisa ikut membangun Jakarta atau Indonesia umumnya, share my knowledge, itu sudah achievement sendiri buat saya,” kata Maulana.
Direktur Woods Bagot San Francisco, Patrick Daly mengatakan keahlian Maulana adalah aset bagi perusahaan desain itu. “Berkat pengetahuan luas Maulana tentang budaya dan orang-orang Indonesia, kami bisa membawa sesuatu yang unik dalam desain kami. Kami berharap desain kami sesuai dengan orang-orang yang menggunakan gedung tersebut atau ketika mereka melihat sebuah gedung di Jakarta, mereka merasa bahwa bangunan itu adalah bangunan dengan ciri Indonesia,” tambahnya.
Maulana yang berprinsip keahlian yang diperoleh dari pengalaman lebih penting dari sekedar latar belakang pendidikan, memang berhasil membuktikan bahwa lulusan Indonesia mampu bersaing di kancah internasional.
Arsitek lulusan Institut Teknologi Bandung ini bahkan dipuji oleh atasannya karena memiliki sensitivitas terhadap keunikan suatu tempat.
Kiprah sukses Maulana memperlihatkan bahwa tantangan komunikasi dan perbedaan budaya bukanlah faktor penghambat untuk berkarya di tingkat global.