Seorang pejabat tinggi Gedung Putih mengatakan Jared Kushner, menantu dan penasihat utama Presiden Donald Trump, berada di Irak.
Kushner berada di sana bersama Jenderal Joseph Dunford, ketua dewan kepala staf angkatan bersenjata Amerika, yang mengundang Kushner, menurut pernyataan kantor Dunford.
Tujuan kunjungan itu adalah untuk menemui para pemimpin Irak, para penasehat Amerika, dan mengunjungi pasukan Amerika di lapangan untuk memperoleh laporan terbaru mengenai status perang melawan ISIS, kata pernyataan itu.
Koalisi internasional yang dipimpin oleh Amerika melakukan serangan udara terhadap lasykar ISIS dan membantu pasukan Irak di darat.
“Di samping memperoleh laporan dan keterangan terbaru, Kushner berkunjung atas nama Presiden untuk mengutarakan dukungan dan janji Presiden kepada pemerintah Irak dan personil Amerika yang saat ini sedang terlibat dalam perang,” kata pernyataan tersebut menambahkan.
Keterangan lebih jauh mengenai kunjungan Kushner belum tersedia, namun perang Irak melawan militan ISIS kemungkinan besar turut dibicarakan.
Kushner, seperti mertuanya, tidak mempunyai pengalaman dalam pemerintahan atau diplomatik, tetapi telah dengan cepat menjadi salah seorang yang paling kuat di Washington. Istrinya adalah putri Trump, Ivanka.
Pria berusia 36 tahun itu, yang sebelum memasuki Gedung Putih ia adalah seorang penanam modal dalam real estate dan pemilik suratkabar, telah diberi tugas yang ambisius dan hampir mustahil, termasuk tanggung jawab dalam dan luar negeri.
Kushner menjabat sebagai diplomat tertinggi de-fakto, menjadi penasihat mertuanya mengenai Kanada, Meksiko, dan Timur Tengah. Ia telah ditugasi membuat konsep persetujuan antara Israel dan Palestina. Ia juga kabarnya memainkan peran penting dalam keputusan pengangkatan staf Gedung Putih dan perdebatan kebijakan dalam negeri. Ia baru-baru ini meluncurkan satuan tugas yang bertujuan untuk merombak seluruh pemerintah federal yang berdasarkan asas-asas sektor swasta.
Kunjungan Kushner ke Irak diadakan sementara Trump berusaha mempercepat perang melawan ISIS, yang menguasai sebagian Irak dan Suriah. Pada masa kampanye pemilihan presiden yang lalu, Trump berjanji akan menghancurkan sama sekali kelompok itu.
Para pejabat pertahanan baru-baru ini mengajukan kepada Trump rencana untuk mengalahkan kelompok teroris itu, tetapi rincian rencana itu belum diungkapkan. Sebegitu jauh, strategi Trump tampaknya melibatkan peningkatan serangan udara.
Serangan udara yang diduga dilakukan oleh Amerika menewaskan sampai sebanyak 200 warga sipil bulan lalu di Mosul, yang hendak direbut oleh pasukan Irak dari kekuasaan kelompok militan ISIS.
Para pejabat Amerika telah mengakui korban sipil itu kemungkinan telah diakibatkan oleh serangan udara Amerika, tetapi menuduh ISIS menyelundupkan kaum sipil ke dalam gedung-gedung, "supaya kami tidak akan melihat mereka dan berusaha mengumpan serangan koalisi." [gp]