Setelah mengumpulkan bantuan kemanusiaan dari berbagai elemen masyarakat dan memperoleh izin dari Pemerintah Mesir, Menteri Pertahanan Prabowo Subianto pada Kamis (18/1) melepas keberangkatan Satgas Muhibah/Port Visit ke Meisr.
“Pada hari ini saudara akan berangkat melaksanakan tugas kemanusiaan, yaitu menyampaikan bantuan kepada saudara-saudara kita di Palestina, di Gaza yang sedang mengalami musibah besar, penderitaan besar, mendapat serangan bertubi-tubi yang di luar batas kemanusiaan, tanpa memperhatikan hukum-hukum internasional. Karena itu, atas nama pemerintah saya menyampaikan ucapan selamat bertugas,” ungkap Prabowo dalam sambutannya.
Prabowo mengakui bahwa misi kemanusiaan yang diemban oleh Satgas Muhibah/Port Visit ke Mesir ini bukanlah misi yang mudah. Pasalnya kapal itu akan melewati perairan yang cukup berbahaya. Namun, ia menegaskan pihaknya telah berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait, dan TNI AL secara khusus telah mempersiapkan semuanya dengan seksama.
“Tugas ini cukup berbahaya karena mereka akan lewat kawasan perang , aitu di sekitar Teluk Aden, Laut Merah yang sekarang sedang berkecamuk atau bisa dikatakan perang terbuka. Tetapi kita sebagai negara yang katakanlah mendukung Palestina, kita tidak merasa bahwa kita punya musuh dari Yaman, dan kita sebagai negara non blok kita juga berhubungan baik dengan beberapa negara yang ada di situ,” jelasnya.
Prabowo menggarisbawahi tugas Satgas tersebut sejauh ini hanya untuk mengirimkan bantuan kemanusiaan yang jumlahnya kurang lebih mencapai 200 ton. Izin sebagai kapal rumah sakit ataupun izin untuk mendirikan rumah sakit lapangan, sampai detik ini belum didapatkan. Meski begitu, Prabowo menekankan hal tersebut tidak akan menyurutkan semangat Indonesia untuk tetap membantu rakyat Palestina dari waktu ke waktu.
“Kita harus mengerti bahwa di situ sedang berkecamuk perang besar, ribuan orang mati, ratusan ribu orang kehilangan rumah. Jadi kita harus paham tekanan-tekanan yang dialami oleh pemerintah-pemerintah di sekitar situ," kata Prabowo.
"Mereka khawatir bahwa nanti rakyat Gaza akan diusir dari kampung halamannya, mereka nyebrang ke Mesir dan akhirnya penduduk Palestina di usir lagi. Jadi itu kekhawatiran mereka, mereka khawatir kapal kita nanti bisa menjadi suatu tempat pelarian para pengungsi dan kita paham itu. Sekarang kita sedang negosiasi mengirim rumah sakit lapangan dan tentunya ini harus juga negosiasi sama semua pihak yang ada disitu,” jelasnya.
Prabowo menuturkan setidaknya KRI dr. Radjiman Wedyodiningrat 992 ini akan menempuh perjalanan selama 52 hari, dengan rute Jakarta-Belawan-Al Arish-Jeddah-Batam dan kembali lagi ke Jakarta. Rencananya, satgas akan berada di Pelabuhan Al-Arish kurang lebih selama empat hari untuk menyerahkan bantuan.
Selanjutnya bantuan ini nantinya akan disalurkan kepada rakyat Gaza oleh otoritas yang berwenang, seperti Bulan Sabit Merah Mesir (Egypt Red Crescent).
Direktur Timur Tengah Kementerian Luar Negeri Bagus Hendraning Kobarsih mengatakan sampai saat ini pemerintah terus berkoordinasi dengan pihak terkait agar izin untuk mendirikan rumah sakit lapangan atau izin untuk operasi kapal bantu rumah sakit bisa dikeluarkan.
“Kita semua sedang melakukan pembicaraan dengan otoritas Mesir untuk mendapatkan izin tersebut. saya kira itu memang perlu waktu karena kondisi di lapangan memang belum kondusif,” tegas Bagus.
Oleh karena itu, misi yang diemban oleh KRI dr Radjiman Wedyodiningrat 992 saat ini hanya untuk mengirimkan bantuan, sama dengan dua pesawat terbang sebelumnya yang sudah mengirimkan bantuan tahap pertama dan kedua.
Rencananya kapal tersebut akan berlabuh di Pelabuhan Al-Arish, yang menurut Bagus merupakan tempat yang paling kondusif karena cukup dekat dengan lokasi yang akan diberikan bantuan.
Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL) Laksamana TNI Muhammad Ali dalam berbagai kesempatan menyampaikan, peristiwa di lingkup global yang perlu menjadi perhatian diantaranya adalah konflik yang sedang berlangsung di Gaza. TNI AL, tegasnya, berkomitmen untuk memberikan pengabdian terbaik dalam setiap tugas yang diamanahkan, terutama yang bermanfaat bagi masyarakat Indonesia maupun internasional seperti dalam hal ini bantuan kemanusiaan.
Keputusan Politik Negara
Peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Diandra Megaputri Mengko mengatakan berdasarkan UU TNI, semua misi internasional – termasuk misi kemanusiaan harus dilandaskan pada keputusan politik negara.
“Apa artinya? Itu adalah aturan presiden bersama-sama dengan DPR. Jadi nanti harapannya di keputusan politik negara ini akan ada berbagai macam misi yang jelas sampai misalnya misi mereka apa di sana? Sejauh mana kemudian mereka bisa terlibat dan lain-lain. Dan ketika ini adalah misi luar negeri, ini akan menjadi sangat signifikan karena segala risiko harus dihitung. Ada kaitannya dengan hubungan dengan negara lain. Jadi perlu ada kendali yang kuat juga dari otoritas sipil,” ungkap Diandra.
Ditambahkan Diandara, potensi risiko dari misi internasional ini juga cukup tinggi. Untuk itu, Indonesia dalam hal ini pemerintah dan pemangku kepentingan terkait harus berkoordinasi untuk melindungi semua personel yang sedang bertugas agar misi ini dapat berjalan dengan baik.
“Kemudian kemungkinan terjadinya kontak senjata dan lain-lain. Jadi itu harus terus berkoordinasi sama pusat. Jangan sampai ada salah info dengan negara lain, misalnya negara lain tidak mau terima nanti militernya datang, nanti banyak risiko," kaya Diandra.
"Makanya di prinsip tata kelola militer itu untuk keputusan-keputusan seperti itu bukan berada di tangan komando, tetapi di tangan otoritas sipil karena itu keputusan politik, bukan keputusan taktis. Kapan dia harus engage, kapan dia harus kontak senjata, kapan dia harus diam, itu harus selalu dari pusat yang menentukan sikap,” pungkasnya. [gi/em]
Forum