Dua minggu setelah pesawat AS terakhir meninggalkan Kabul, mengakhiri operasi militer di Afghanistan selama hampir 20 tahun, para anggota Kongres AS meminta pertanggungjawaban pejabat pemerintahan Biden untuk pertama kalinya, karena gagal mengantisipasi pengambilalihan kekuasaan Afghanistan oleh Taliban, dan berkukuh menarik pasukan AS sesuai tenggat 31 Agustus.
Setelah duduk di hadapan Komite Hubungan Luar Negeri DPR AS pada Senin (13/9), Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken hadir di hadapan Komite Hubungan Luar Negeri Senat AS untuk menjawab pertanyaan mereka pada hari Selasa (14/9).
Dalam pembelaannya, Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken mengatakan, “Tidak ada bukti bahwa tinggal lebih lama di sana akan membuat pasukan keamanan ataupun pemerintahan Afghanistan lebih tangguh atau mandiri. Jika dukungan selama 20 tahun, anggaran ratusan miliar dolar, peralatan dan pelatihan juga tidak cukup, mengapa harus bertahan satu, lima atau 10 tahun lagi?”
Sementara itu, Senator Marco Rubio dari Partai Republik mempertanyakan bagaimana mungkin intelijen Amerika kecolongan. Ia menganggap adanya kegagalan intelijen dan kebijakan yang kacau. “Saya rasa China, Rusia dan Iran memerhatikan penarikan pasukan yang kacau balau ini, dan menganggap hal ini upaya yang tidak kompeten, yang mungkin bisa mereka manfaatkan, dan bisa berujung pada miskalkulasi.”
Kementerian Luar Negeri AS dikritik keras, baik oleh kubu Republik maupun Demokrat, karena upayanya yang dinilai tidak maksimal dan tidak cukup cepat mengevakuasi orang-orang dari Afghanistan setelah Taliban menguasai Kabul.
Di sisi lain, pemerintahan Biden membela upaya evakuasi yang kacau – dan mematikan – yang kemudian menjadi evakuasi udara terbesar dalam sejarah AS tersebut. Amerika dan para sekutunya mengevakuasi 124.000 orang – kebanyakan dari mereka adalah warga Afghanistan – setelah jatuhnya Kabul pada 15 Agustus 2021. Partai Republik mengatakan Gedung Putih seharusnya bisa menghindari kekacauan di Kabul, yang merusak reputasi AS di mata internasional.
Anggota DPR dari Partai Republik, Steve Chabot, mengatakan, “Alasan utama kita ke Afghanistan karena Taliban menyembunyikan al-Qaida, kan? Dan mereka menyerang kita pada 11 September 2001. Kini, 20 tahun kemudian, Taliban kembali berkuasa di sana, dan mereka memiliki peralatan dan persenjataan kita yang bernilai bermiliar-miliar dolar, dan sekali lagi, mereka adalah surga bagi teroris. Bagaimana mungkin ini bukan masalah monumental?”
Blinken mengatakan kepada Kongres bahwa meskipun upaya AS di Afghanistan tidak menetralisir ancaman al-Qaida, ada pelajaran lebih besar terkait keterlibatan AS di luar negeri. “Meskipun kita sangat efektif dalam menangani ancaman teroris ke negara kita, yang kita lakukan sejak awal di Afghanistan, gagasan untuk menggunakan kekuatan militer untuk membangun kembali sebuah bangsa adalah sesuatu yang berada di luar kemampuan dan kapasitas kita, dan kita harus berpikir keras apakah kita ingin terlibat dalam upaya-upaya itu ke depan?,” tambah Blinken.
Meskipun beberapa anggota Kongres dari Demokrat mengkritik cara Gedung Putih menangani penarikan pasukan, mereka menilai Biden berada di posisi yang sulit akibat perjanjian yang dibuat mantan Presiden Donald Trump.
Anggota DPR AS dari Partai Demokrat, Gregory Meeks, menuturkan, “Izinkan saya mengingatkan semua orang bahwa kesepakatan yang dibuat Trump memaksa pemerintah Afghanistan untuk membebaskan 5.000 tahanan dan menawarkan legitimasi internasional kepada Taliban. Itu adalah kesepakatan yang gagal mensyaratkan Taliban untuk memisahkan diri dari teroris, dan tidak mensyaratkan Taliban untuk berhenti menyerang pemerintahan Afghanistan. Kesepakatan itu mengubah tatanan politik di negara itu.”
Sementara Senator Jeanne Shaheen dari Partai Demokrat, satu-satunya anggota perempuan dalam komite yang telah lama memperjuangkan perlindungan terhadap perempuan dan anak perempuan Afghanistan, menyalahkan presiden dan anggota Kongres dari kedua partai atas situasi yang terjadi saat ini. “Ada beberapa Senator dari Partai Republik yang memblokir upaya membawa pemohon visa khusus imigran ke AS dari tahun ke tahun. Saya penasaran, di mana amarah Anda ini ketika negosiasi pemerintahan Trump dan Menlu Pompeo saat mereka merelakan hilangnya hak-hak perempuan dan anak perempuan?”
AS belum mengakui Taliban sebagai pemerintah resmi Afghanistan.
Pada hari Senin, Blinken mengatakan sekitar 100 warga AS masih menunggu dievakuasi dari Afghanistan dan bahwa Kementerian Luar Negeri tengah mempercepat proses persetujuan bagi pemohon visa imigran khusus Afghanistan.
Blinken berjanji melanjutkan bantuan kemanusiaan kepada rakyat Afghanistan melalui badan-badan PBB dan lembaga non-pemerintah, sehari setelah AS mengatakan akan memberikan bantuan kemanusiaan baru senilai hampir $64 juta.
Blinken mengatakan, dana tambahan itu akan “memenuhi kebutuhan yang kritis untuk kesehatan dan nutrisi, mengatasi masalah perlindungan perempuan, anak-anak dan minoritas, untuk membantu lebih banyak anak – termasuk anak perempuan – kembali bersekolah.”
Bantuan AS yang akan didistribusikan langsung ke warga Afghanistan tanpa perantara Taliban itu menjadikan jumlah bantuan total AS senilai hampir $330 juta pada tahun fiskal ini. [rd/lt]