Ratusan pelajar menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya di halaman kompleks makam Pahlawan Nasional WR Soepratman, di Surabaya, Jawa Timur. Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi bertindak selaku dirigen. Para pelajar juga menyanyikan beberapa lagu ciptaan WR Soepratman untuk mengiringi upacara tabur bunga di makamnya.
Eri Cahyadi berharap peringatan Hari Musik Nasional di makam WR Soepratman ini semakin memperkuat rasa kecintaan generasi penerus terhadap bangsa dan negara Indonesia.
“Mari kita mengenang, bahwa bagaimana lagu Indonesia Raya, musik ini bisa memberikan perubahan, memberikan warna dalam sebuah kehidupan. Kita mengadakan hari ini di makam WR Soepratman, dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya. Maka dengan musik saya berharap bisa menanamkan rasa cinta kebangsaan ke dalam diri kita," kata Eri Cahyadi dalam sambutannya.
Eri Cahyadi juga mengajak siapa saja untuk menjadikan seni dan musik sebagai bagian kehidupan. Menurut Eri, orang yang hidup dengan musik atau seni, akan mengedepankan keindahan dan menjauhi kekerasan. Dia juga mengajak generasi muda lebih mencintai musik dan lagu kebangsaan untuk menggelorakan semangat gotong royong dan kebersamaan.
“Hidup tanpa seni, maka dia akan menjadi orang yang keras. Hidup tanpa ada musik, dia tidak akan penuh dengan cinta kasih. Tapi, kalau sudah hidup dengan rasa musik, rasa cinta, rasa seni, maka itulah akan ada keindahan dalam sebuah kekeluargaan, kemasyarakatan, dan dalam Kota Surabaya," ujarnya.
Upaya menggelorakan kembali kecintaan terhadap musik dan lagu nasional bukan tanpa sebab. Lagu-lagu kebangsaan pada masa kini semakin terkikis oleh lagu-lagu asing dan lagu-lagu Indonesia populer. Hal ini terbukti dari minimnya pengetahuan dan pemahaman lagu nasional di kalangan generasi muda.
Soerachman, salah seorang kerabat WR Soepratman, mengatakan lagu bertema kebangsaan saat ini tidak banyak lagi diciptakan. Hal ini karena para pencipta lagu lebih banyak menciptakan lagu-lagu populer dan lebih disukai generasi muda masa kini.
“Lagu kebangsaan itu sebetulnya bisa diciptakan, asal bisa menyelami keadaan, menyelami perjuangan," kata Soerachman.
Tidak hanya lagu-lagu bertema kebangsaan atau nasionalisme, Soerachman menyebut lagu-lagu yang mendidik terpinggirkan oleh lagu-lagu populer bertema cinta semata.
“Jadi, lagu-lagu yang mendidik itu sekarang tidak ada, lagunya cinta saja. Tidak ada (lagu mendidik.red). Mana coba sekarang ini," ujarnya.
Pengajar musik dan seni suara dari SDK St. Aloysius Surabaya, Benediktus Januarius, mengatakan lagu bertema nasional masih ada meski tidak sebanyak pada era perang kemerdekaan. Namun, kata Benediktus, lagu-lagu populer masa kini menjadikan keberadaan lagu nasional kurang dikenal.
Benediktus mengajak semua pihak, khususnya lembaga pendidikan mulai menggiatkan lagi menyanyikan lagu-lagu nasional sebagai kekayaan bangsa yang harus dilestarikan.
“Musik itu sebagai wadah, sarana. Sementara ini kan tergerus karena orang lebih suka K-Pop, orang lebih suka lagu barat. Itu kan akhirnya mengikis, bahkan lagu kita tidak ditempatkan lagi," kata Benediktus.
Dia berharap bila lagu nasional kembali dinyanyikan dalam berbagai kesempatan, komponis akan lebih terpacu lagi untuk membuat karya-karya yang lebih hebat.
"Bukan tidak ada karya ya, ada, cuma tidak kelihatan oleh menjamurnya lagu-lagu popular yang sekarang itu lewat media lebih cepat daripada lagu-lagu yang sifatnya nasional, termasuk lagu anak-anak juga," pungkasnya. [pr/ft]
Forum