Tautan-tautan Akses

Menumbuhkan Perekonomian Masyarakat Melalui Bonsai


Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini, saat melihat tanaman bonsai yang dipamerkan pada Festival Bonsai Nusantara (foto VOA/Petrus Riski)
Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini, saat melihat tanaman bonsai yang dipamerkan pada Festival Bonsai Nusantara (foto VOA/Petrus Riski)

Ratusan bonsai dari berbagai daerah dan jenis memenuhi halaman Taman Surya, di Balai Kota Surabaya, sebagai bagian dari Festival Bonsai Nusantara yang digelar sejak 25 November hingga 2 Desember 2018 oleh Rumah Bonsai Indonesia (RUBI).

Festival Bonsai Nusantara yang pertama kali digelar di Surabaya ini merupakan kerja sama antara Rumah Bonsai Indonesia (RUBI) dengan Pemerintah Kota Surabaya, untuk menjadikan bonsai sebagai sesuatu yang tidak hanya memiliki potensi secara ekonomi, melainkan juga dapat menjadi daya tarik pebonsai dari berbagai negara.

Sebanyak 240 tanaman bonsai dari berbagai jenis yang telah lolos seleksi, dipamerkan dan dilombakan di halaman Taman Surya di Balai Kota Surabaya. Ketua Panitia Festival Bonsai Nusantara, yang juga Sekjen Rumah Bonsai Indonesia (RUBI), Heri Yanto mengatakan, dilombakannya bonsai-bonsai dari berbagai daerah di Jawa Timur dan di luar Jawa ini, untuk mencari bonsai yang terbaik dan banyak menarik minat masyarakat, melalui penilaian yang memperhatikan berbagai aspek maupun tampilan.

Beberapa tanaman bonsai yang dipamerkan dan dilombakan pada Festival Bonsai Nusantara di halaman Taman Surya Balai Kota Surabaya (foto: VOA/Petrus Riski)
Beberapa tanaman bonsai yang dipamerkan dan dilombakan pada Festival Bonsai Nusantara di halaman Taman Surya Balai Kota Surabaya (foto: VOA/Petrus Riski)

“Melalui tahapan-tahapan yaitu tentang pembentukan, perspektif, dimensi, keseimbangan, total perform ya. Kita melihat dengan pendekatan estetika, jadi melihat bonsai harus total perform yang kita lihat, keseluruhan, termasuk pengepotannya juga (menaruh di pot),” ujar Heri Yanto, Sekjen RUBI, Ketua Panitia Festival Bonsai Nusantara.

Menurut Heri, kerja sama antara mereka yang menggemari bonsai dengan pemerintah, diharapkan dapat menumbuhkan minat masyarakat untuk membudidayakan bonsai. Sehingga dari yang awal mulanya sebagai hobi, dapat menjadi salah satu sumber pendapatan masyarakat.

“Harapannya tentunya, kalau kita menengok dari China itu bahwa pemerintah sangat concern terhadap pebonsai-pebonsai, ternyata bonsai itu juga bisa mendatangkan nilai ekonomi yang sangat tinggi. Harapan kita, kalau kita berkolaborasi dengan birokrat (pemerintah), otomatis kan untuk pengembangan RUBI, bonsai terutama di organisasi RUBI itu kaan, benar-benar lebih cepat berkembangnya, dibanding kalau kita mandiri pengembangannya kan,” papar Heri.

Daya tarik bonsai tidak hanya dari sisi eksotika tanaman yang dikerdilkan, melainkan juga nilai ekonomis bagi pembudidaya atau penghobi bonsai yang mampu menjual tanamannya dengan nilai tinggi. Seperti yang dirasakan Subhan, pebonsai asal Probolinggo yang mengikuti Festival Bonsai di Surabaya, dimana bonsai miliknya ditawar dan dibeli dengan harga tinggi oleh penghobi bonsai asal Yogyakarta.

“Rencana kan ikut kontes ke sini, ke Surabaya ini, sudah saya pot’i (taruh di pot khusus), belum berangkat sudah ada yang nawar, sudah laku, itu pohonnya, sudah laku ke Jogja, laku Rp. 35 juta,” ujar Subhan, pegiat bonsai asal Probolinggo.

Bagi Subhan, bonsai tidak hanya mampu menghiburnya seusai pulang bekerja, tetapi juga menumbuhkan kecintaan pada tanaman dan lingkungan. Menurutnya menanam dan memelihara bonsai tidak sulit.

“Sebenarnya tidak ada kesulitan, kalau di pohon-pohon lokal, yang penting perawatannya itu disiram rutin setiap pagi, atau kalau memang rutinnya malam, setiap malam. Tapi kalau yang saya sulit itu yang jenis santigi, jenis santigi itu kan memang alamnya (habitat) di pantai, jadi harus ada penyiraman pakai garam,” papar Subhan. [pr/em]

Recommended

XS
SM
MD
LG