Polisi Myanmar menindak keras orang-orang yang memprotes kudeta militer Myanmar di ibu kota Naypyitaw hari Selasa, dengan melepaskan tembakan peringatan, peluru karet dan meriam air. Sedikitnya dua orang mengalami luka parah akibat apa yang diyakini sebagai luka tembak.
Demonstran, Selasa (9/2), berkumpul kembali di jalan-jalan ibu kota Myanmar untuk hari keempat berturut-turut, membangkang seperangkat pembatasan yang diberlakukan junta militer untuk menghentikan protes besar-besaran menentang penggulingan pemerintah sipil terpilih.
Seorang dokter yang tidak disebut namanya yang mengobati demonstran di rumah sakit di Nyapyitaw mengatakan kepada VOA bahwa sedikitnya dua demonstran mengalami apa yang ia yakini sebagai luka akibat tembakan peluru tajam, satu orang luka di kepala, satu lagi di dada.
Myat Thwe Khine, 20, dibantu ventilator sewaktu ia mengalami koma setelah mengalami luka tembak di bagian kepala, kata dokter itu yang mengatakan bahwa hasil ronsen menunjukkan peluru itu masih bersarang di kepalanya.
Dokter itu mengatakan Soe Wai yang berusia 23 tahun mengalami luka tembak di bagian dada.
Dokter itu tidak dapat menyebutkan berapa banyak demonstran yang terluka oleh peluru atau meriam air, tetapi ia mengatakan sebagian besar dari 20 orang yang dirawat di rumah sakit itu tidak cedera karena peluru karet.
Protes pada hari Selasa (9/2) di Naypyitaw terjadi hanya beberapa jam setelah militer mengumumkan jam malam, mulai pukul 20.00 hingga pukul 04.00, akan diberlakukan di kota Yangon dan Mandalay. Rezim itu juga melarang pertemuan lebih dari empat orang di seluruh penjuru negara tersebut.
Para demonstran juga beraksi di Yangon dan Mandalay. Kantor-kantor berita menyebutkan para demonstran dihadapi dengan meriam air di tiga kota itu.
Puluhan ribu orang telah muncul dalam kelompok-kelompok besar di berbagai penjuru Myanmar sejak demonstrasi dimulai, sambil membawa plakat bertuliskan “Selamatkan Myanmar,” “Kami menginginkan demokrasi,” serta foto-foto Aung San Suu Kyi, pemimpin de facto pemerintah yang digulingkan. Para demonstran juga mengangkat salam tiga jari tanda perlawanan sewaktu mereka berpawai.
Demonstrasi memasuki fase baru pada hari Senin (8/2) sewaktu pegawai negeri, pegawai kereta api, guru dan pekerja di berbagai sektor lain memulai aksi mogok nasional.
Namun Jenderal Senior Min Aung Hlaing yang memimpin kudeta tidak menyebut-nyebut tentang kerusuhan dalam pidato nasionalnya pada hari Senin (8/2) malam, pidato pertamanya sejak mengambil alih kekuasaan tepat sepekan sebelumnya.
Ia menegaskan kembali klaim bahwa pemilu November lalu, yang dimenangkan secara meyakinkan oleh partainya Suu Kyi, Liga Nasional untuk Demokrasi, berlangsung curang. Namun ia berjanji akan menyelenggarakan pemilu baru untuk membawa “demokrasi yang sejati dan disiplin” yang berbeda dari era pemerintah milter sebelumnya.
Ia tidak merinci kapan pemilu baru akan berlangsung. Militer telah menyatakan keadaan darurat selama satu tahun.
Suu Kyi masih berada dalam tahanan rumah di kediaman resminya di Naypyitaw, kata juru bicara partai, Kyi Toe.
Ia menghadapi tuduhan mengimpor dan menggunakan secara ilegal enam walkie-talkie yang ditemukan sewaktu rumahnya digeledah.
Pengambilalihan kekuasaan oleh militer telah dikecam Presiden AS Joe Biden dan para pemimpin dunia lainnya, yang meminta agar kekuasaan pemerintah terpilih dipulihkan.
Selandia Baru, Selasa (9/2), menyatakan menghentikan semua kontak politik dan militer tingkat tingginya dengan Myanmar dan memberlakukan larangan perjalanan terhadap para pemimpin negara itu. [uh/ab]