Selama 1 Desember 2021 hingga 30 November 2022, Indonesia akan menjabat Presidensi G20. Salah satu isu yang ingin didorong oleh organisasi dan para aktivis tenaga kerja adalah agar agenda perlindungan pekerja migran dibahas dalam G20.
Direktur Eksekutif Migrant Care Wahyu Susilo, Rabu (22/12), menyatakan organisasinya pernah melakukan studi singkat mengenai isu pekerja migran di G20, yang ironisnya hanya membahas isu remitansi.
"Karena G20 lebih banyak adalah forum pembangunan dan keuangan, kemudian melihat migrasi pada sisi pembangunan dan keuangan. Sehingga isu remitansi lah yang ketemu di situ. Dalam konteks sosiologi migrasi, ini sebenarnya kemenangan rezim pembangunan ketimbang rezim HAM kalau kita bicara isu pekerja migran," kata Wahyu.
Namun dia menyayangkan karena pemerintah hanya melihat isu remitansi sebagai teknis pengiriman uang dari pekerja migran ke dalam negeri. Belum memusatkan perhatian pada remitansi dalam konteks perlindungan dan peningkatan kompetensi mereka.
Wahyu meminta pemerintah menjadikan Presidensi G20 untuk mengintegrasikan isu remitansi dalam konteks perlindungan dan peningkatan kompetensi pekerja migran agar menjadi titik pijak untuk mulai menyusun rencana aksi nasional tentang tata kelola remitansi.
Pemerintah Janji Dorong Semua Isu
Sekretaris Jenderal Kementerian Ketenagakerjaan Anwar Sanusi mengatakan selama Indonesia menjabat Presidensi G20, pemerintah akan mendorong beragam isu termasuk peningkatan kompetensi tenaga kerja Indonesia agar dapat bersaing di pasar tenaga kerja domestik dan global dan perlindungan sosial tenaga kerja termasuk pekerja migran.
"Dari sisi regulasi, kita sudah mengeluarkan berbagai aturan, kebijakan, yang memang pada intinya kita memberikan perlindungan kepada para pekerja migran kita agar mereka ini mendapatkan payung yang jelas agar mereka terlindungi ketika bekerja (di luar negeri)," kata Anwar.
Menurut Anwar saat ini pemerintah sedang mempertimbangkan untuk membuka kembali pengiriman pekerja migran Indonesia ke 57 negara tujuan setelah meredanya pandemi. Salah satunya yang dimatangkan pembahasannya adalah ke Malaysia.
Anwar mengatakan Malaysia saat ini sangat membutuhkan pekerja migran Indonesia di sektor kebun kelapa sawit dan pekerja rumah tangga. Oleh karena itu pemerintah ingin meningkatkan daya tawar demi memberikan perlindungan lebih baik bagi pekerja migran Indonesia.
Kementerian Ketenagakerjaan juga telah menerbitkan SOP (standar prosedur operasi) mengenai pelaksanaan protokol kesehatan dalam proses pelatihan calon pekerja migran Indonesia dan dalam hal penempatan mereka di negara tujuan. Termasuk mendorong integrasi antara pelatihan, sertifikasi dan penempatan pekerja migran Indonesia sebagai satu kesatuan. Balai-balai latihan yang dimiliki pemerintah, pemerintah, daerah dan sektor swasta akan ditingkatkan guna mencapai tujuan itu.
Pemerintah mendorong pula perluasan pasar bagi pekerja migran Indonesia permintaan atas pekerja dari Indonesia cukup banyak seperti Malaysia, Korea Selatan, Taiwan, negara-negara Timur Tengah, Eropa Timur dan Australia. Hal tersebut diimbangi dengan perbaikan perjanjian dengan sejumlah negara tujuan penempatan untuk memberikan perlindungan hak-hak yang lebih baik bagi pekerja migran Indonesia.
Menurut Anwar, pemerintah juga akan memperkuat sinergi dan koordinasi antar kelembagaan terkait di dalam negeri serta sistem satu atap untuk penempatan dan perlindungan pekerja migran Indonesia di luar negeri. Selain itu, pemerintahkan akan memberdayakan daerah menjadi kantong-kantong pekerja migran Indonesia untuk mengembangkan perekonomian di daerah setempat dari hasil remitansi mereka.
Labour20 Indonesia Dorong Perlindungan Pekerja Migran
Elly Rosita Silaban dari Labour20 Indonesia menegaskan pemerintah jangan hanya memikirkan berapa devisa bisa didatangkan oleh para pekerja migran, namun apa bentuk perlindungan terbaik yang dapat diberikan negara terhadap mereka – mulai dari proses awal di dalam negeri hingga penempatan di negara tujuan dan kembali ke Tanah Air.
Dia menilai G20 memang tidak terlalu menyoroti pekerja migran karena sebagian besar negara anggota G20 merupakan negara kaya dan industri maju. Meski begitu, masih ada India dan Korea Selatan juga memiliki pekerja migran untuk tingkat profesional.
Senada dengan Wahyu Susilo, Elly berharap pemerintah mendorong agar isu pekerja migran ini dapat dibahas selama Indonesia menjadi Presidensi G20.
"Saya tidak tahu bagaimana kekuatan Indonesia sebagai tuan rumah membuat isu ini (pekerj migran) menjadi isu yang memang dibahas dan ada ketetapannya, dan keputusan apa yang dilakukan untuk pekerja migran Indonesia ini," ujar Elly.
Data BP2MI
Data dari Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) menunjukkan selama tiga tahun terakhir terdapat 283.640 pekerja migran Indonesia di luar negeri pada 2020, 276.553 orang di 2019, dan 113.173 orang pada 2020.
Terdapat sepuluh negara penempatan dengan jumlah pekerja migran Indonesia terbesar pada 2020 yakni Hong Kong (53.206 orang), Taiwan (34.415 orang), Malaysia (14.630 orang), Singapura (4.474 orang), Arab Saudi (1.793 orang), Brunei Darussalam (1.202 orang), Polandia (798 orang), Jepang (749 orang), Korea Selatan (641 orang) dan Italia (411 orang).
Sedangkan enam provinsi di Indonesia pemasok pekerja migran terbesar pada 2020 adalah Jawa Timur (37.331 orang), Jawa Tengah (26.149 orang), Jawa Barat (23.246 orang), Nusa Tenggara Barat (8.261 orang), Lampung (9.192 orang) dan Sumatera Utara (2.814 orang).
Berdasarkan data dari Bank Indonesia, jumlah remitansi pekerja migran Indonesia pada 2017 sebesar $8,761 juta, 2018 senilai $10,974 juta dan 2019 sebanyak $1,435 juta. [fw/em]