SURABAYA —
Sebanyak 30 delegasi dari 10 negara Asosiasi Negara-Negara Asia Tenggara (ASEAN) berkumpul di Surabaya pada Senin (5/11) untuk membahas penanganan kerusakan hutan bakau (mangrove) yang banyak terjadi di wilayah ini.
Para aktivis lingkungan ini berkumpul dalam agenda pelatihan Konservasi Bakau Internasional untuk konservasi ekosistem hutan bakau dan penggunaannya yang berkesinambungan di wilayah ASEAN, yang diselenggarakan lembaga pemberian bantuan Jepang, Japan International Cooperation Agency (JICA).
Indonesia merupakan negara yang memiliki kawasan hutan bakau terbesar se-Asia Tenggara, yaitu lebih dari 3 juta hektar atau 60 persen luasan hutan bakau di seluruh ASEAN yang mencapai lebih dari 5 juta hektar.
Namun hampir 60 persen, atau sekitar 1,8 juta hektar kawasan hutan bakau di Indonesia mengalami kerusakan. Direktur Jenderal Bina Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Perhutanan Sosial dari Kementerian Kehutanan, Hilman Nugroho, mengatakan kerusakan parah hutan bakau di Indonesia disebabkan kurangnya kesadaran dan pemahaman masyarakat akan pentingnya keberadaan hutan mangrove bagi ekosistem di sekitarnya.
“Kita mempunyai 3,1 juta hektar, yang rusak 58 persen. Di luar kawasan hutan ada 1,4 juta hektar, di dalam kawasan ada 400.000 hektar,” ujar Hilman.
Upaya rehabilitasi yang dilakukan Pemerintah Kota Surabaya, menurut Walikota Surabaya Tri Rismaharini, adalah penyediaan lahan baru untuk hutan bakau di kawasan pantai timur Surabaya, selain melakukan konservasi secara terus menerus pada hutan bakau yang harus direhabilitasi.
“Kami sudah alokasikan anggaran 2013 untuk pembebasan tanahnya di situ. Itu adalah bagian dari upaya kami untuk wujudkan kawasan bakau ini,” ujar Tri.
Perwakilan JICA Indonesia, Oiwa Takaaki, mengatakan kerjasama lembaga tersebut dengan Kementerian Kehutanan untuk pengelolaan hutan bakau telah dimulai sejak 1992 hingga kini, melalui proyek teknik penanaman dan rehabilitasi hutan bakau, serta pengembangan pusat pengelolaan hutan bakau.
“Total [anggaran] untuk proyek Mangrove Ecosystem Conservation and Sustainable Use in the Asean Region (MECS) adalah sejumlah Rp 3 miliar untuk tiga tahun. Sejak awal sudah bergerak di bidang teknis. Di tingkat ASEAN kami lebih memfokuskan pada diseminasi atas hasil yang telah didapat pada proyek sebelumnya,” ujar Oiwa.
Hilman mengharapkan bantuan yang diberikan dapat langsung menyentuh pokok permasalahan, agar kerusakan hutan bakau dapat dikurangi secara signifikan.
“Saya minta donor-donor itu juga langsung ke jantungnya. Kita cari penyakit hutan bakau yang memang harus diperbaiki itu apa. Jadi jangan kudis-kudisnya saja, tapi jantungnya. Sehingga harapan kami hutan bakau yang 58 persen tadi itu rusak, dalam waktu dekat tidak rusak lagi,” ujarnya.
Para aktivis lingkungan ini berkumpul dalam agenda pelatihan Konservasi Bakau Internasional untuk konservasi ekosistem hutan bakau dan penggunaannya yang berkesinambungan di wilayah ASEAN, yang diselenggarakan lembaga pemberian bantuan Jepang, Japan International Cooperation Agency (JICA).
Indonesia merupakan negara yang memiliki kawasan hutan bakau terbesar se-Asia Tenggara, yaitu lebih dari 3 juta hektar atau 60 persen luasan hutan bakau di seluruh ASEAN yang mencapai lebih dari 5 juta hektar.
Namun hampir 60 persen, atau sekitar 1,8 juta hektar kawasan hutan bakau di Indonesia mengalami kerusakan. Direktur Jenderal Bina Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Perhutanan Sosial dari Kementerian Kehutanan, Hilman Nugroho, mengatakan kerusakan parah hutan bakau di Indonesia disebabkan kurangnya kesadaran dan pemahaman masyarakat akan pentingnya keberadaan hutan mangrove bagi ekosistem di sekitarnya.
“Kita mempunyai 3,1 juta hektar, yang rusak 58 persen. Di luar kawasan hutan ada 1,4 juta hektar, di dalam kawasan ada 400.000 hektar,” ujar Hilman.
Upaya rehabilitasi yang dilakukan Pemerintah Kota Surabaya, menurut Walikota Surabaya Tri Rismaharini, adalah penyediaan lahan baru untuk hutan bakau di kawasan pantai timur Surabaya, selain melakukan konservasi secara terus menerus pada hutan bakau yang harus direhabilitasi.
“Kami sudah alokasikan anggaran 2013 untuk pembebasan tanahnya di situ. Itu adalah bagian dari upaya kami untuk wujudkan kawasan bakau ini,” ujar Tri.
Perwakilan JICA Indonesia, Oiwa Takaaki, mengatakan kerjasama lembaga tersebut dengan Kementerian Kehutanan untuk pengelolaan hutan bakau telah dimulai sejak 1992 hingga kini, melalui proyek teknik penanaman dan rehabilitasi hutan bakau, serta pengembangan pusat pengelolaan hutan bakau.
“Total [anggaran] untuk proyek Mangrove Ecosystem Conservation and Sustainable Use in the Asean Region (MECS) adalah sejumlah Rp 3 miliar untuk tiga tahun. Sejak awal sudah bergerak di bidang teknis. Di tingkat ASEAN kami lebih memfokuskan pada diseminasi atas hasil yang telah didapat pada proyek sebelumnya,” ujar Oiwa.
Hilman mengharapkan bantuan yang diberikan dapat langsung menyentuh pokok permasalahan, agar kerusakan hutan bakau dapat dikurangi secara signifikan.
“Saya minta donor-donor itu juga langsung ke jantungnya. Kita cari penyakit hutan bakau yang memang harus diperbaiki itu apa. Jadi jangan kudis-kudisnya saja, tapi jantungnya. Sehingga harapan kami hutan bakau yang 58 persen tadi itu rusak, dalam waktu dekat tidak rusak lagi,” ujarnya.