Setelah lima tahun dan dua misi penyelamatan yang gagal, seorang nenek warga Australia bertemu lagi dengan tiga cucu dan dua cicitnya yang masih hidup di kamp pengungsi di Suriah. Mereka dibawa ke Timur Tengah oleh orangtua mereka, warga Australia, tahun 2014 untuk bergabung dengan kelompok yang menamakan diri ISIS.
Dari rumahnya di pinggiran kota Sydney, Karen Nettleton telah bertahun-tahun mencoba membebaskan cucunya dari mimpi buruk mereka di Suriah. Mereka menjadi yatim piatu dalam konflik itu dan tinggal di kamp pengungsi yang dikuasai orang-orang Kurdi setelah melarikan diri dari Baghouz, kubu terakhir ISIS.
Zaynab, usia 17 tahun, ibu dua anak, dan sedang hamil lagi. Dua saudara laki-lakinya tewas dalam serangan udara bersama ayah mereka, Khaled Sharrouf, pejuang ISIS yang terkenal kejam dan memasang foto putranya yang masih kecil memegang kepala yang terpenggal di kota Raqqa.
Tahun 2005, Sharrouf mengaku bersalah karena menyiapkan aksi terorisme di Australia dan dipenjara selama empat tahun. Ia kemudian pergi dari negara itu dengan paspor saudaranya. Istrinya, Tara, seorang mualaf, meninggal akibat masalah usus di zona perang.
Pemerintah Australia memberi tahu Karen Nettleton bahwa cucu-cucunya akan segera dibebaskan dan diserahkan kepadanya.
“Pemerintah mengatakan akan menyediakan semuanya, misalnya deradikalisasi dan bantuan apa pun yang kami butuhkan supaya anak-anak itu kembali ke masyarakat. Mereka akan membantu kami melakukan itu, dan bahwa anak-anak itu bukan merupakan ancaman atau bahaya bagi siapa pun," ujar Karen Nettleton.
Namun, belum jelas, berapa lama proses memulangkan anak-anak itu, sementara anak-anak itu mengatakan sudah putus asa untuk keluar dari kehidupan dibawah militan Muslim.
Perdana Menteri Australia Scott Morrison mengatakan pemerintahnya ingin membantu mereka pulang.
"Kalau menyangkut anak-anak, maka kami akan bekerja sama dengan Palang Merah. Kalau anak-anak itu bisa dipulangkan ke Australia, maka kami akan menjalani proses itu," ujar Morrison.
Kisah Karen Nettleton didokumentasikan oleh Australian Broadcasting Corp. Ia telah dua kali terbang ke Turki untuk mencoba menyelamatkan anak-anak itu, tetapi terpaksa pulang dengan tangan kosong.
Diperkirakan terdapat 70 anak yang lahir dari warga Australia di kamp-kamp pengungsi, yang menampung puluhan ribu istri dan anak-anak pejuang ISIS. Menurut pegiat, anak-anak itu adalah korban 'keputusan mengerikan' dari orangtua mereka dan harus diizinkan pulang.(ka)