Sebuah kelompok dari luar Jakarta yang menamakan diri sebagai Tamasya Al Maidah, berencana akan mendatangi setiap Tempat Pemungutan Suara dalam Pemilihan Kelapa Daerah (Pilkada) DKI Jakarta putaran ke-2 hari Rabu (19/4). Kedatangan mereka ini dimaksudkan untuk memantau proses pemilihan agar pasangan calon tertentu pilihan mereka tidak dicurangi dalam Pilkada DKI putaran ke 2 ini.
Peneliti Departemen Komunikasi dan Informasi Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Savic Ali kepada VOA Selasa (18/4) mendesak Negara dalam hal ini aparat keamanan untuk menindak tegas kelompok yang mengancam dan menteror pelaksanaan Pilkada DKI Jakarta.
"Negara harus bertindak jika memang melanggar prinsip hukum. Sudah merugikan orang lain, atau mengancam orang lain atau menteror orang lain. Lalu tokoh-tokoh sosial terutama tokoh agama harus juga bersikap tegas terhadap kelompok-kelompok seperti ini. Karena kalau tidak kelompok-kelompok oportunis ini kian merajalela. Ini tidak hanya berlangsung di Pilkada DKI, tetapi sudah pernah terjadi di Pilpres 2014 lalu juga sudah terjadi," ujarnya.
Savic Ali mengatakan, pada putaran kedua Pilkada DKI ia mencermati banyaknya kaum oportunis yang berkeliaran untuk mengusik kerukunan umat beragama. Hal ini dibuktikan dengan adanya politisasi agama.
Savic menambahkan, "Saya tetap melihat bahwa yang bermain ini adalah kelompok-kelompok oportunis yang ada di partai politik. Partai politik, atau underbouw partai atau kelompok yang berafiliasi ke partai politik. Banyak juga kelompok-kelompok atau komunitas yang berafiliasi ke partai tapi dia tiadak secara resmi bagian dari partai. Saya melihat bahwa kelompok inilah yang bertanggung jawab memainkan isu agama isu ras dalam Pilkada DKI ini."
Savic Ali menjelaskan, perbedaan politik di kalangan Kyai atau tokoh di Nahdlatul Ulama adalah hal biasa. Meskii demikian, NU lanjut Savic, tidak masuk dalam memainkan isu-isu agama yang bisa memecah persatuan Indonesia.
"Perbedaan pilihan politik dan afiliasi politik itu dah sangat biasa. Ada kyai A yang mendukung calon A. Ada Kyai B yang mendukung calon B. Dan ada Kyai C yang mendukung calon C. Meski demikian di NU tau batas, yaitu tidak masuk pada level mengeksploitasi isu-isu keagamaan yang bisa mengancam perpecahan Indonesia. Itu kan koridornya. Sekarang ini kan kayak gak mengenal batas," tambahnya.
Nahdlatul Ulama lanjut Savic telah sepakat politik yang berlangsung dalam Pilkada DKI tetap menjaga prinsip-prinsip kebangsaan.
"Saya kira NU dalam konteks Pilkada DKI ga punya pertaruhan besar. Bahwa kepentingan besar NU adalah bagaimana agar politik yang berlangsung adalah politik kebangsaan. Dalam konteks rivalitas untuk mencari kuasa itu kan konteksnya untuk mencari pemimpin yang baik. Dalam konteks rivalitas berkuasa itu gak boleh melanggar prinsip-prinsip kebangsaan," imbuh Savic.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Center of Intelligence and Strategic Studies (CISS), Ngasiman Djoyonegoro kepada VOA menjelaskan meski ditemukan adanya potensi kerawanan dalam pelaksanaan Pilkada DKI Putaran ke-2, namun aparat keamanan sudah siaga penuh menjaga keamanan Jakarta.
"Potensi itu tetap ada kerawanan-kerawanan karena ada pihak-pihak yang mau memobilisasi. Tapi kan kita percayakan ke aparat keamanan. Karena ini sudah diamanatkan oleh pasca pertemuan bapak Presiden dengan wakil Presiden, Menkopolhukam, Panglima TNI, Kapolri dan Kepala BIN supaya memberi rasa aman bagi warga Jakarta. Agar bisa menggunakan hak pilihnya dengan hati nurani," ulas Djoyonegoro.
Aparat keamanan lanjut Djoyonegoro, telah lakukan deteksi gangguan keamanan pelakanaan Pilkada DKI putaran 2.
"Saya kira sampai sekarang masih terkendali ya. Untuk ke arah kesana saya kira belum sampai ya. Karena semua elit politik, semua tokoh agama dan masyarakat sudah mengimbau ke publik. Lalu sampai sekarang juga sudah ada deteksi dini. Bahkan beberapa keamanan di daerah penyangga jakarta sudah difungsikan jangan sampai ada pengerahan massa ke Jakarta," ujarnya.
Djoyonegoro berharap, siapapun yang menang dalam Pilkada ini tidak menjadi angkuh dengan kemenangannya. Dan sebaliknya bagi yang kalah tidak melakukan sesuatu yang inkonstitusional dalam menyikapi kekalahannya. [aw/em]