Temuan para peneliti Uganda ini serupa dengan yang ada di Barat dimana pasien-pasien AIDS secara rutin dirawat dengan obat-obatan anti-retroviral.
Kathy Bennet telah mengobati infeksi HIV yang dideritanya dengan kombinasi obat-obatan anti-retroviral selama 22 tahun terakhir. Ia mengatakan ia memiliki hidup yang normal sama dengan orang yang tidak terinfeksi.
Ia mengatakan, “Saya sehat. Saya kuat. Saya melakukan apapun yang saya ingin lakukan dalam hidup ini."
Para peneliti mengatakan terapi obat-obatan anti-retroviral telah meningkatkan harapan hidup pasien-pasien HIV hingga 81 persen di Amerika dan negara-negara maju lainnya. Tetapi di negara-negara miskin, HIV-AIDS masih memakan banyak korban, terutama karena kurang efektifnya terapi bagi para pasien HIV-positif.
Perubahan baru terjadi sepuluh tahun silam ketika obat anti-retroviral pertama tersedia di negara-negara itu.
Studi baru yang dilakukan di Uganda – salah satu negara di Afrika Timur – menemukan pasien-pasien HIV yang mendapat perawatan anti-retroviral dapat hidup selama orang yang tidak terinfeksi virus tersebut yaitu rata-rata 55 tahun.
Dr. Edward Mills – salah seorang penulis laporan tersebut mengatakan, “Ini merupakan penelitian pertama untuk melihat tingkat harapan hidup di Afrika. Jika seorang yang berusia 20 tahun dapat memulai pengobatan sebelum mereka jatuh sakit, mereka diperkirakan akan hidup sekitar 27 tahun lagi. Sedikit lebih rendah pada laki-laki dibandingkan perempuan karena laki-laki cenderung mencari pengobatan pada tahap lanjut."
Dr. Ray Martins – Kepala Petugas Medis di Whitman-Walker Clinic di Washington – mengkhususkan diri pada perawatan pasien-pasien HIV-AIDS. Ia mengatakan senang dengan temuan tersebut.
Ia mengatakan, “Ini tidak mengejutkan karena di Amerika banyak studi telah menunjukkan tingkat harapan hidup normal bagi orang yang mendapat pengobatan HIV. Itulah sebabnya profil efek samping pengobatan HIV menjadi sangat penting. Tetapi sejauh ini tampaknya obat-obatan tersebut sangat efektif dan tanpa banyak efek samping."
Para ahli medis mengatakan penelitian tersebut juga menunjukkan tantangan baru bagi badan-badan kesehatan publik di negara-negara maju yaitu bagaimana menyediakan obat-obatan yang efektif dan layanan pendukung bagi pasien-pasien HIV-AIDS ketika mereka menghadapi masalah-masalah kesehatan pada usia tua.
“Kami percaya temuan-temuan ini sangat penting untuk merencanakan penanganan wabah jangka panjang/ yang juga berarti kita harus merencanakan perantara penyakit-penyakit kronis terkait penuaan," ujar Mills.
Para peneliti mengatakan pertanyaannya sekarang adalah apakah mereka mendapatkan dana yang dibutuhkan untuk menutup kesenjangan pengobatan HIV-AIDS di seluruh dunia.