Ombudsman menghitung potensi limbah medis dari pasien COVID-19 setidaknya mencapai 138 ton per hari secara nasional. Namun, pengelolaan limbah medis dari fasilitas kesehatan itu terkendala sejumlah persoalan, antara lain belum ada peraturan daerah tentang pengelolaan limbah dan tempat penampungan sementara (TPS) sampah yang tidak standar.
Selain itu, anggota tim peneliti Ombudsman, Mory Yana Gultom, mengatakan belum ada upaya konkret dari produsen alat kesehatan dan fasilitas kesehatan untuk melakukan pengurangan limbah medis.
"Beberapa penghasil (khususnya Puskesmas) tidak pernah mencatat timbulan limbah medis yang dihasilkan, sehingga tidak diketahui apakah neraca limbahnya mengalami penurunan atau sebaliknya," jelas Mory dalam konferensi pers daring, Rabu (5/2/2021).
Mory menambahkan lembaganya juga menemukan alat angkut yang digunakan tidak standar. Beberapa daerah menggunakan ambulans dan ojek online untuk mengangkut limbah medis, dan petugasnya juga tidak mengenakan alat pelindung diri.
Pemerintah daerah juga masih minim melakukan pengawasan terhadap pengelolaan limbah medis karena keterbatasan anggaran dan sumber daya manusia. Menurut Mory, pengawasan hanya dilakukan untuk penghasil yang berizin sehingga dapat berpotensi pembiaran terhadap kegiatan yang ilegal.
"Volume limbah yang dimuat melebihi kapasitas TPS. Proses penyimpanan juga melebihi waktu maksimal," tambahnya.
Anggota Ombudsman RI, Alvin Lie mengatakan, lembaganya telah merekomendasikan temuan terkait limbah medis di Indonesia. Antara lain Kementerian Kesehatan, Kementerian Dalam Negeri, dan Kementerian Lingkungan (KLHK). Ia berharap rekomendasi tersebut dapat ditindaklanjuti oleh kementerian terkait agar bekerja sama dengan pemerintah daerah.
"Ini merupakan langkah awal, kami melakukan deteksi. Ada fenomena yang kami antisipasi dapat menjadi masalah nasional, kemudian kami lakukan kajian ini," jelas Alvin Lie.
Rekomendasi tersebut meliputi pembuatan peraturan menteri kesehatan yang mengatur standar operasi di seluruh fasilitas pelayanan kesehatan dan mendorong pemerintah daerah membuat peraturan daerah tentang pengelolaan limbah medis.
Sedangkan untuk Kementerian Lingkungan diminta mengkaji kembali peraturan tentang pengelolaan limbah medis, utamanya soal penyimpanan limbah medis. Ombudsman juga mendorong badan usaha negara atau swasta untuk bergerak di bidang jasa pengelolaan limbah medis di luar Pulau Jawa. Termasuk melakukan evaluasi dan pembinaan kepada petugas pengangkut dan pengolah limbah medis agar menaati standar keselamatan pengelolaan limbah.
VOA sudah menghubungi sejumlah pejabat di Kementerian Kesehatan, Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Lingkungan Hidup terkait temuan ini. Namun, belum ada tanggapan dari para pejabat di kementerian tersebut. [sm/ft]