Partai-partai oposisi Turki memperingatkan bahwa pemilu yang bebas dan adil terancam setelah parlemen menyetujui serangkaian reformasi pemilu pada Selasa (13/3).
“Mereka menyembunyikan rancangan undang-undang itu dari publik. Mengapa? Karena undang-undang itu menjelaskan secara rinci bagaimana cara melakukan kecurangan pemilu,” kata Kemal Kilicdaroglu, ketua partai oposisi utama CHP, Kamis (15/3).
Reformasi itu menimbulkan perbedaan pendapat begitu hebat sehingga terjadi perkelahian antar para legislator ketika RUU itu disetujui. Sebanyak 26 perubahan dalam undang-undang itu antara lain mencakup pelonggaran restriksi kehadiran pasukan keamanan di TPS, mengizinkan gubernur mencari kotak suara, dan mengizinkan pasukan keamanan menyingkirkan kotak suara.
Salah satu reformasi yang paling banyak ditentang adalah penggunaan kertas suara yang tidak dibubuhi cap resmi. Sebelumnya, jumlah kertas suara yang dikeluarkan sesuai dengan jumlah pemilih, dan kemudian dicap oleh pemantau yang datang dari semua partai politik.
Penggunaan kertas suara tanpa cap ini mengingatkan orang pada referendum kontroversial April 2016 mengenai perpanjangan masa jabatan Presiden Recep Tayyip Erdogan. Referendum itu disetujui dengan selisih suara tipis, tetapi selagi dilakukan penghitungan suara KPU mengizinkan kertas suara tanpa cap ikut dihitung. Keputusan KPU itu dikecam dalam laporan pemantau pemilu dari Organisasi Keamanan dan Kerja Sama Eropa dan Dewan Eropa. [ds/my]