Dengan kepergian AS dari Afghanistan setelah 20 tahun, beberapa pakar mengatakan China dan Pakistan masuk ke negara itu untuk memberikan dukungan langsung dan prospek investasi jangka panjang bagi pemerintah Taliban di Kabul. Wartawan VOA Cindy Saine melaporkan mengenai apa artinya ini bagi kawasan dan kepentingan keamanan AS.
Sebagian warga Afghanistan menjual harta bendanya untuk membiayai pelarian mereka dari kekuasaan Taliban, atau hanya untuk membeli makanan. Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa Antonio Guterres mengatakan negara itu menghadapi krisis kemanusiaan.
“Bantuan kemanusiaan tidak akan menyelesaikan masalah jika ekonomi Afghanistan ambruk, dan kita tahu risikonya sangat besar dan ada kekurangan uang tunai yang besar-besaran,” jelasnya Antonio Guterres.
Komunitas internasional, Senin lalu menjanjikan $1,2 miliar lebih bantuan kemanusiaan dan pembangunan untuk Afghanistan. Pejabat sementara menteri luar negeri Taliban juga meminta akses pada aset luar negerinya senilai 10 miliar dolar, yang sebagian besar telah dibekukan di Amerika.
Amir Khan Muttaqi, Penjabat Menteri Luar Negeri Taliban mengatakan,“Kami yakin AS adalah negara besar; mereka harus berbesar hati. Afghanistan adalah negara miskin dan tidak boleh diperlakukan dengan kejam. Kami ingin hubungan yang positif dan inklusif dengan masyarakat internasional, dan kami meminta, mereka juga menghentikan tekanan yang lebih besar pada rakyat Afghanistan.”
AS dan negara-negara Barat lainnya menyerukan kepada Taliban untuk menghormati hak asasi manusia, khususnya, hak-hak perempuan dan anak perempuan sebelum memberi akses pada aset tersebut. Namun China dan Pakistan telah mengirimkan makanan dan pasokan medis kepada pejabat pemerintah Taliban dan bertemu dengan perwakilan Taliban. Para ahli mengatakan bagi Pakistan, dukungan untuk Taliban ini bukanlah hal baru.
Maximilian Hess, dari Lembaga Penelitian Kebijakan Luar Negeri mengatakan,“Pakistan tentu memiliki hubungan dengan Taliban atau individu-individu yang sebagian mencakup pemimpin Taliban selama lebih dari 30 tahun.”
Departemen Luar Negeri AS mengimbau Pakistan untuk meminta pertanggungjawaban Taliban, seperti yang dijanjikan Islamabad sebelumnya.
"Kami akan terus memantau Pakistan dan negara-negara lain di kawasan itu untuk menepati pernyataan publiknya terkait komitmen yang dibuat dengan berbagai cara untuk mendukung rakyat Afghanistan," jelasnya.
Analis lain menunjukkan bahwa Pakistan, selalu menjadikan India sebagai faktor perbandingan. “Pakistan khawatir mengenai India. India adalah musuh nomor satu, jadi pasti menginginkan pemerintah di Afghanistan ramah terhadap Pakistan dan bukan terhadap India,” kata Manjaro Chatterjee Miller, Dewan Hubungan Luar Negeri.
Sementara itu untuk China , salah seorang pakar mengatakan hal penting yang harus diwaspadai adalah investasi jangka panjangnya di Afghanistan.
“Terkait dengan China , yang dikhawatirkan adalah potensi investasi jangka panjang sesuai kerangka yang digunakan pada program Belt and Road di Asia Tengah. Ini biasanya akan dimulai dengan hibah untuk proyek konstruksi skala besar. Proyek tersebut belum diumumkan.
Pakar lainnya mengatakan investasi di Afghanistan berisiko. “China sudah sangat berhati-hati terkait dukungannya untuk Afghanistan dan pada dasarnya tidak ingin dana menguap begitu saja tanpa jaminan pemerintah akan bertahan atau jaminan apapun dari kelompok-kelompok Jihad yang dikhawatirkan China di dukung oleh Taliban,” komentar Manjari Chattarjee Miller.
Qatar juga memberikan berton-ton bantuan medis dan makanan untuk Afghanistan dan mengupayakan bandara Kabul kembali pulih dan beroperasi. [jm/my]