Tautan-tautan Akses

Pakar PBB Desak Filipina Bubarkan Badan Anti-komunis


Pasukan pemerintah Filipina di kota Marawi terus berlanjut di Filipina selatan. Seorang pakar hak asasi manusia PBB mendesak Filipina untuk menghapus satuan tugas anti-komunis yang dituduh menarget para pengkritik pemerintah. (Foto: Ilustrasi/AP)
Pasukan pemerintah Filipina di kota Marawi terus berlanjut di Filipina selatan. Seorang pakar hak asasi manusia PBB mendesak Filipina untuk menghapus satuan tugas anti-komunis yang dituduh menarget para pengkritik pemerintah. (Foto: Ilustrasi/AP)

Seorang pakar hak asasi manusia PBB mendesak Filipina pada Rabu (15/11) untuk menghapus satuan tugas anti-komunis yang dituduh menarget para pengkritik pemerintah.

Mantan presiden Rodrigo Duterte membentuk Satuan Tugas Nasional untuk Mengakhiri Konflik Bersenjata Komunis Lokal (NTF-ELCAC) pada 2018. Tujuannya adalah menghentikan pemberontakan yang telah berlangsung selama beberapa dekade.

Gugus tugas tersebut, yang mencakup pihak militer, sering kali menyebut aktivis HAM, pembela lingkungan hidup, pengacara, dan jurnalis sebagai simpatisan komunis, tanpa memberikan bukti apa pun.

Praktik yang sudah berlangsung puluhan tahun, yang dikenal sebagai "penandaan merah" itu, dapat mengakibatkan penangkapan, penahanan atau bahkan kematian orang yang menjadi sasaran. Praktik itu merajalela di bawah pemerintahan Duterte.

Ian Fry, Pelapor Khusus PBB untuk pemajuan dan perlindungan HAM dalam konteks perubahan iklim, mengatakan pemerintah harus “membubarkan” gugus tugas tersebut dan mencabut undang-undang anti-terorisme. Gugus tugas ini jelas-jelas “beroperasi melampaui mandat aslinya,” kata Fry pada akhir kunjungan 10 harinya ke Filipina.

Pelecehan terhadap “pejuang lingkungan hidup” sering terjadi, katanya. Ia menyerukan penyelidikan independen terhadap tindakan gugus tugas tersebut pada masa lalu. “Saya pernah mendengar kasus penyiksaan, penghilangan dan pembunuhan di luar proses hukum, dan ini sama sekali tidak bisa diterima,” kata Fry kepada wartawan. “Sepertinya pemerintah telah kehilangan kendali atas beberapa organisasi militernya.”

Filipina adalah salah satu negara paling berbahaya di dunia bagi pejuang lingkungan, dengan 11 orang terbunuh pada tahun 2022, menurut organisasi pengawas Global Witness.

Penasihat Keamanan Nasional Filipina Eduardo Ano, yang merupakan bagian dari gugus tugas tersebut, mengkritik Fry karena tidak menyampaikan kekhawatirannya kepada pemerintah. “Kita bisa saja memberi tahunya tentang program, advokasi, dan dorongan utama NTF-ELCAC untuk mencapai perdamaian sejati, persatuan dan pembangunan, terutama di daerah yang secara geografis terisolasi dan tertinggal yang pernah menjadi sarang terorisme komunis,” kata Ano.

Fry mengatakan pemerintah tidak harus menindaklanjuti rekomendasinya, namun mengabaikan rekomendasi tersebut dapat merusak reputasi internasional negara tersebut. “Ini melemahkan upaya mereka untuk mendapatkan dukungan bagi aksi perubahan iklim jika mereka terus membiarkan perilaku semacam ini,” kata Fry. [ab/ka]

Forum

Recommended

XS
SM
MD
LG