Gambar-gambar itu mengejutkan. Tikus-tikus yang diberi makan jagung transgenik selama dua tahun, menderita tumor raksasa dalam kajian yang diterbitkan dalam jurnal Food and Chemical Toxicology itu. Penulis penelitian Gilles-Eric Seralini pada Universitas Caen mengatakan, itu menunjukkan peraturan tentang tanaman belum benar.
"Makanan transgenik atau GMO (genetically modified) diteliti dengan cara yang sangat buruk dan longgar dengan analisis yang jauh lebih lemah dari yang telah kami lakukan," ujarnya.
Delapan puluh persen makanan kemasan di rak-rak pasar swalayan Amerika mengandung bahan transgenik, menurut asosiasi Grocery Manufacturers.
Pendukung penelitian itu di California memanfaatkan penelitian baru itu untuk menyatakan makanan-makanan tersebut harus diberi label. Sekarang ini berkembang iklan kampanye "Yes on 37", mendukung kewajiban pelabelan transgenik atau GMO, pada referendum di negara bagian itu November nanti.
Tetapi, ilmuwan lain segera mendapati masalah pada penelitian itu. Pakar genetika Alan McHughen pada Universitas California di Riverside bekerja untuk National Academy of Sciences, mengatakan, "Pertama-tama, penulis penelitian menggunakan sejumlah tikus yang sejak awal secara genetik cenderung mengidap tumor. Jadi sejak semula seluruh penelitian itu tidak betul."
Otorita Keamanan Pangan Eropa mendapati banyak masalah dengan penelitian Perancis itu, mulai dari tidak cukupnya tikus kontrol hingga metode analisis yang di bawah standar.
Di Universitas California di Davis, pakar toksikologi Alison van Eenennaam mempertanyakan motif peneliti.
"Menurut saya, itu cara sinis mengeksploitasi proses ilmiah untuk menciptakan ketakutan dalam benak konsumen," ujarnya.
Bahkan penentang rekayasa genetika setuju penelitian itu cacat. Tetapi, Michael Hansen pada kelompok advokasi Serikat Konsumen, mengatakan penelitian jangka panjang harus dilakukan.
"Penilaian keselamatan seharusnya diwajibkan sebelum tanaman ini dipasarkan. Itu tidak terjadi di Amerika," tegasnya.
Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika meninjau ulang penilaian keselamatan yang secara sukarela diserahkan perusahaan untuk tanaman baru GM. Mereka biasanya mencakup memberi makan tikus selama 90 hari untuk uji keracunan.
Itu standar internasional. Penelitian yang lebih lama, yang telah dilakukan, tidak menunjukkan masalah besar, ujar Alison van Eenennaam dari Universitas California di Davis.
Ia mengatakan, "Sains tidak menunjukkan ada data tambahan yang tidak akan ditangkap dalam penelitian 90 hari itu."
Pemerintah Amerika dan Eropa serta badan-badan PBB, seperti Organisasi Kesehatan Dunia dan Organisasi Pangan dan Pertanian, telah menyimpulkan bahwa produk-produk rekayasa genetika yang kini ada di pasaran tidak lebih berbahaya daripada produk yang dibuat dengan cara biasa, menurut Alan McHughen dari Universitas California di Riverside.
Kepercayaan rakyat terhadap kepastian ini akan diuji dalam referendum California November ini, ketika pemilih memutuskan apakah makanan GMO perlu label khusus.
"Makanan transgenik atau GMO (genetically modified) diteliti dengan cara yang sangat buruk dan longgar dengan analisis yang jauh lebih lemah dari yang telah kami lakukan," ujarnya.
Delapan puluh persen makanan kemasan di rak-rak pasar swalayan Amerika mengandung bahan transgenik, menurut asosiasi Grocery Manufacturers.
Pendukung penelitian itu di California memanfaatkan penelitian baru itu untuk menyatakan makanan-makanan tersebut harus diberi label. Sekarang ini berkembang iklan kampanye "Yes on 37", mendukung kewajiban pelabelan transgenik atau GMO, pada referendum di negara bagian itu November nanti.
Tetapi, ilmuwan lain segera mendapati masalah pada penelitian itu. Pakar genetika Alan McHughen pada Universitas California di Riverside bekerja untuk National Academy of Sciences, mengatakan, "Pertama-tama, penulis penelitian menggunakan sejumlah tikus yang sejak awal secara genetik cenderung mengidap tumor. Jadi sejak semula seluruh penelitian itu tidak betul."
Otorita Keamanan Pangan Eropa mendapati banyak masalah dengan penelitian Perancis itu, mulai dari tidak cukupnya tikus kontrol hingga metode analisis yang di bawah standar.
Di Universitas California di Davis, pakar toksikologi Alison van Eenennaam mempertanyakan motif peneliti.
"Menurut saya, itu cara sinis mengeksploitasi proses ilmiah untuk menciptakan ketakutan dalam benak konsumen," ujarnya.
Bahkan penentang rekayasa genetika setuju penelitian itu cacat. Tetapi, Michael Hansen pada kelompok advokasi Serikat Konsumen, mengatakan penelitian jangka panjang harus dilakukan.
"Penilaian keselamatan seharusnya diwajibkan sebelum tanaman ini dipasarkan. Itu tidak terjadi di Amerika," tegasnya.
Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika meninjau ulang penilaian keselamatan yang secara sukarela diserahkan perusahaan untuk tanaman baru GM. Mereka biasanya mencakup memberi makan tikus selama 90 hari untuk uji keracunan.
Itu standar internasional. Penelitian yang lebih lama, yang telah dilakukan, tidak menunjukkan masalah besar, ujar Alison van Eenennaam dari Universitas California di Davis.
Ia mengatakan, "Sains tidak menunjukkan ada data tambahan yang tidak akan ditangkap dalam penelitian 90 hari itu."
Pemerintah Amerika dan Eropa serta badan-badan PBB, seperti Organisasi Kesehatan Dunia dan Organisasi Pangan dan Pertanian, telah menyimpulkan bahwa produk-produk rekayasa genetika yang kini ada di pasaran tidak lebih berbahaya daripada produk yang dibuat dengan cara biasa, menurut Alan McHughen dari Universitas California di Riverside.
Kepercayaan rakyat terhadap kepastian ini akan diuji dalam referendum California November ini, ketika pemilih memutuskan apakah makanan GMO perlu label khusus.