Pemilu presiden Kenya tahun 2017 yang dibatalkan termasuk yang paling mahal di benua itu. Presiden Uhuru Kenyatta dan penantang utamanya Raila Odinga menghabiskan puluhan juta dolar untuk kampanye mereka, termasuk investasi besar di perusahaan humas global yang menggali data dan membuat iklan bertarget.
Selagi para pakar memilah-milah pasca pemilihan bersejarah itu, keterlibatan perusahaan analisis data menjadi tulang punggung, menimbulkan pertanyaan tentang privasi, manipulasi pemilih dan peran perusahaan asing dalam pemilihan lokal.
Perusahaan penggali data dan humas melakukan survei untuk mengukur sentimen publik dan menyaring data di media sosial. Mereka menggabungkan informasi tersebut untuk membangun profil terperinci dan menyampaikan pesan sesuai sasaran untuk mengubah perilaku.
Sebagian melihatnya sebagai kampanye cerdas. Tapi yang lain menyampaikan kekhawatiran mengenai etika memanipulasi pemilih dengan informasi palsu.
"Banyak organisasi ini, perusahaan humas, perusahaan lobi, di luar sana, dan mereka pada dasarnya hanyalah petugas bayaran yang bekerja bagi penawar tertinggi, terlepas dari rekam jejak mereka yang berlumuran darah," kata Jeffrey Smith, direktur eksekutif Vanguard Afrika, organisasi yang menganjurkan tata pemerintahan yang baik di benua tersebut kepada VOA.
"Ini semua legal, bisnis, dan bisnis ini ada untuk menghasilkan keuntungan ... Ini sisi etis dan moral yang cenderung saya pertanyakan." [my/al]