Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto mengirimkan usulan ke DPR soal rumusan peran TNI dalam penanggulangan tindak terorisme dalam dalam Revisi Undang-undang (UU) Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Hadi menilai TNI punya kemampuan dalam masalah itu.
Kepada wartawan di gedung DPR Rabu (31/1), Hadi menjelaskan pelibatan TNI dalam pemberantasan teroris penting dilakukan mengingat tugas pokok TNI adalah untuk menjaga kedaulatan serta keutuhan wilayah dan melindungi segenap bangsa.
"Surat itu adalah permohonan. Ini ada dua dimensi. Dimensi yang pertama adalah TNI sesuai dengan jati dirinya, tentara rakyat tentara pejuang dan tentara nasional, dan memiliki fungsi adalah penangkal penindak dan pembunuh, dan fungsi itu dijabarkan dalam tugas pokok adalah untuk menjaga kedaulatan keutuhan wilayah dan melindungi segenap bangsa. Kemampuan yang ada itu tentunya memiliki karateristik untuk menangani masalah-masalah ancaman aksi teroris. Sehingga saya berkirim surat untuk memohon bahwa TNI juga dilibatkan," ujar Hadi.
Kejahatan terorisme, lanjut Hadi, jelas mengancam kedaulatan negara. Untuk itu ia mengusulkan undang-undang itu dinamakan undang-undang penanggulangan aksi terorisme.
"Dimensi yang kedua adalah, teroris itu adalah mengancam kedaulatan negara, sehingga mengancam terhadap kedaulatan keutuhan dan keselamatan bangsa. Sehingga saya memohon untuk judulnya adalah penanggulangan aksi terorisme," tambahnya.
Menteri koordinator bidang politik, hukum, dan keamanan Wiranto dalam berbagai kesempatan mendukung pelibatan TNI dalam penindakan ancaman teroris.
"Ini kan judulnya masih melawan tindak pidana terorisme, sehingga kita masuk dalam wilayah law enforcement atau melalui proses pengadilan. Di negara lain ini sudah masuk wilayah war. Perang terhadap terorisme, sehingga langsung pelibatan teroris itu utuh. Sebenarnya sudah ya, seperti penanganan teroris di Poso itu sudah melibatkan TNI, tapi itu masih sistem BKO (Bawah kendali Operasi). Itu pun melalui proses administrasi yang panjang," tukas Wiranto.
Sementara itu, Presiden Joko Widodo berulang kali mendesak DPR agar segera menuntaskan pembahasan Revisi Undang-undang (UU) Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, dan segera mengesahkannya menjadi undang-undang.
"Saya ingin agar rancangan undang-undang anti-terorisme ini segera dikejar ke DPR. Ini pak Menkopolhukam agar segera bisa diselesaikan secepat-cepatnya. Karena ini sangat kita perlukan dalam rangka payung hukum untuk memudahkan, untuk memperkuat aparat-aparat kita bertindak di lapangan," imbuh Wiranto.
Koalisi Masyarakat Sipil mengajukan petisi penolakan terhadap rencana pelibatan militer dalam revisi Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Petisi itu ditandatangani oleh 140 anggota masyarakat sipil dan juga 28 organisasi masyarakat sipil di Indonesia. Koalisi masyarakat sipil menolak pelibatan Tentara Nasional Indonesia karena menganggap peran militer dalam menangani terorisme sudah diatur dalam UU No. 34 Tahun 2004 tentang TNI. [aw/lt]