JAKARTA —
Menurut Ketua DPP PDIP, Effendi Simbolon, PDIP terbuka untuk berkoalisi dengan partai lain. Hal senada juga disampaikan Ketua Umum Partai Gerindra, Suhardi dan Ketua DPP Partai Golkar, Hajriyanto Thohari.
Dalam diskusi di Jakarta hari Kamis (10/4) mengenai langkah selanjutnya seletah pemilu legislatif, muncul wacana koalisi parti peserta pemilu untuk mengusung calon presiden dan calon wakil presiden dalam pilpres 9 Juli mendatang.
Usai diskusi, Ketua DPP PDIP, Effendi Simbolon mengatakan meski hasil sementara perolehan suara teratas, PDIP tetap aktif melakukan komunikasi politik dengan partai-partai lain untuk kemungkinan dibentuk koalisi.
“Komunikasi harus kita buka, jangan terkunci karena kita juga tidak boleh overconfidence, kita harus low profile, kita harus jemput bola, memang harapan kita tentu kita bisa mengusung pak Jokowi sendiri walaupun nantinya ada bentuk koalisi di parlemen atau di kabinet tetapi saat-saat sekarang semua komunikasi harus dibuka, berpulang kepada seluruh elemen masyarakat, dia membutuhkan mayoritas dukungan rakyat, tidak bisa hanya PDI Perjuangan, dia harus didukung mayoritas untuk bisa mendapatkan mandat penuh menjadi Presiden Republik Indonesia,” kata Effendi.
Hal senada juga disampaikan Ketua Umum Partai Gerindra, Suhardi.
“Kita terbuka kepada semua partai, jadi kita akan melihat siapa nanti yang paling bersedia untuk bisa mengangkat program Gerindra ini menjadi acuan utama untuk menyelesaikan masalah bangsa kedepan, transformasi bangsa yang dengan jelas bisa diukur bahwa dalam waktu yang tidak terlalu lama kita bisa keluar dari kesulitan-kesulitan masalah kekurangan pangan, kekurangan air, energi, masalah transportasi, masalah pendidikan bangsa, masalah kerusakan lingkungan, masalah korupsi dan sebagainya,” paparnya.
Sementara Ketua DPP Partai Golkar, Hajriyanto Thohari mengakui Partai Golkar sempat terkejut dan khawatir dengan hasil beberapa lembaga survei yang mengatakan elektabilitas Partai Golkar menururn sehingga akan sulit memperoleh suara banyak dalam pemilu legislatif.
Namun, ditegaskannya sampai saat ini Partai Golkar belum bergeser dari posisi kedua perolehan suara setelah PDIP. Maka dari itu ditambahkannya, Partai Golkar akan lebih percaya diri dengan cara aktif berkomunikasi dengan rakyat dalam mengusung capres pada pemilu mendatang, bahkan aktif bertemu dengan partai-partai lain untuk membicarakan koalisi.
“Kita jangan terlalu mendewa-dewakan survey, elektabilitas itu kan hasil survei, sekarang sudah terbukti kok hasil survei itu tidak mencerminkan pemilu yang real, partai-partai Islam semua dikatakan akan mengalami declines dan decadence yang luar biasa, ternyata malah ada kecenderungan semakin menguat, demikian juga cara membaca survey terhadap calon Presiden tidak seperti itu, jadi jangan mendewa-dewakan survei,” ujar Hajriyanto.
Meski partai-partai yang sementara memperoleh suara terbanyak menegaskan membuka diri untuk kemungkinan berkoalisi, mereka tetap mengusung Presiden yang sudah dicalonkan dan tidak akan pernah berubah pikiran menjadi cawapres, baik Jokowi dari PDIP, Aburizal Bakrie dari Partai Golkar dan Prabowo dari Partai Gerindra.
Dalam diskusi di Jakarta hari Kamis (10/4) mengenai langkah selanjutnya seletah pemilu legislatif, muncul wacana koalisi parti peserta pemilu untuk mengusung calon presiden dan calon wakil presiden dalam pilpres 9 Juli mendatang.
Usai diskusi, Ketua DPP PDIP, Effendi Simbolon mengatakan meski hasil sementara perolehan suara teratas, PDIP tetap aktif melakukan komunikasi politik dengan partai-partai lain untuk kemungkinan dibentuk koalisi.
“Komunikasi harus kita buka, jangan terkunci karena kita juga tidak boleh overconfidence, kita harus low profile, kita harus jemput bola, memang harapan kita tentu kita bisa mengusung pak Jokowi sendiri walaupun nantinya ada bentuk koalisi di parlemen atau di kabinet tetapi saat-saat sekarang semua komunikasi harus dibuka, berpulang kepada seluruh elemen masyarakat, dia membutuhkan mayoritas dukungan rakyat, tidak bisa hanya PDI Perjuangan, dia harus didukung mayoritas untuk bisa mendapatkan mandat penuh menjadi Presiden Republik Indonesia,” kata Effendi.
Hal senada juga disampaikan Ketua Umum Partai Gerindra, Suhardi.
“Kita terbuka kepada semua partai, jadi kita akan melihat siapa nanti yang paling bersedia untuk bisa mengangkat program Gerindra ini menjadi acuan utama untuk menyelesaikan masalah bangsa kedepan, transformasi bangsa yang dengan jelas bisa diukur bahwa dalam waktu yang tidak terlalu lama kita bisa keluar dari kesulitan-kesulitan masalah kekurangan pangan, kekurangan air, energi, masalah transportasi, masalah pendidikan bangsa, masalah kerusakan lingkungan, masalah korupsi dan sebagainya,” paparnya.
Sementara Ketua DPP Partai Golkar, Hajriyanto Thohari mengakui Partai Golkar sempat terkejut dan khawatir dengan hasil beberapa lembaga survei yang mengatakan elektabilitas Partai Golkar menururn sehingga akan sulit memperoleh suara banyak dalam pemilu legislatif.
Namun, ditegaskannya sampai saat ini Partai Golkar belum bergeser dari posisi kedua perolehan suara setelah PDIP. Maka dari itu ditambahkannya, Partai Golkar akan lebih percaya diri dengan cara aktif berkomunikasi dengan rakyat dalam mengusung capres pada pemilu mendatang, bahkan aktif bertemu dengan partai-partai lain untuk membicarakan koalisi.
“Kita jangan terlalu mendewa-dewakan survey, elektabilitas itu kan hasil survei, sekarang sudah terbukti kok hasil survei itu tidak mencerminkan pemilu yang real, partai-partai Islam semua dikatakan akan mengalami declines dan decadence yang luar biasa, ternyata malah ada kecenderungan semakin menguat, demikian juga cara membaca survey terhadap calon Presiden tidak seperti itu, jadi jangan mendewa-dewakan survei,” ujar Hajriyanto.
Meski partai-partai yang sementara memperoleh suara terbanyak menegaskan membuka diri untuk kemungkinan berkoalisi, mereka tetap mengusung Presiden yang sudah dicalonkan dan tidak akan pernah berubah pikiran menjadi cawapres, baik Jokowi dari PDIP, Aburizal Bakrie dari Partai Golkar dan Prabowo dari Partai Gerindra.