Partai Demokrat di DPR AS, hari Kamis (28/5), membatalkan pemungutan suara yang dijadwalkan terkait serangkaian langkah otorisasi pemantauan yang kontroversial mengutip ancaman veto presiden yang membayangi upaya mereka untuk meloloskan Undang-Undang Pengawasan Intelijen Asing (FISA).
"Pemerintah terutama beberapa pejabat di Departemen Kehakiman - menginginkan tidak ada RUU itu," kata Ketua DPR Nancy Pelosi dalam sebuah pernyataan Kamis. "Tanpa RUU, tidak akan ada perlindungan penting bagi kebebasan sipil. Tanpa RUU, akan ada kecenderungan untuk tidak melindungi privasi warga Amerika. Jelas, karena Partai Republik telah memprioritaskan politik daripada keamanan nasional kita. "
Tetapi RUU FISA, yang sudah lolos di Senat AS yang dikuasai Partai Republik awal bulan ini dalam pemungutan suara bipartisan 80-16, menghadapi tantangan dari kedua pihak ketika DPR AS yang mayoritas Partai Demokrat menambahkan sejumlah perubahan.
Perubahan dalam versi DPR menyebabkan Departemen Kehakiman AS menarik dukungan bagi RUU tersebut, dengan ancaman veto dari Presiden Donald Trump.
"Mengingat dampak negatif kumulatif dari perubahan RUU ini pada kemampuan Departemen untuk mengidentifikasi dan melacak teroris dan mata-mata, Departemen harus menentang RUU yang sekarang sedang dipertimbangkan di DPR. Jika disahkan, Jaksa Agung akan merekomendasikan agar Presiden memveto undang-undang tersebut, ”kata Asisten Jaksa Agung Stephen Boyd dalam sebuah pernyataan.
RUU yang menetapkan prosedur untuk pemantauan kekuatan asing atau agen asing itu telah menuai kecaman dari para pembela kebebasan sipil, yang ingin melindungi warga negara Amerika dan mungkin bisa menjadi sasaran pemeriksaan yang tidak sah.
Yang dipermasalahkan adalah amandemen gagasan Senator Demokrat Ron Wyden yang kalah hanya dengan satu suara di Senat AS tetapi diubah oleh anggota Kongres Partai Demokrat Zoe Lofgren dalam versi yang sedang dipertimbangkan di DPR.
"Seperti yang ditunjukkan oleh mayoritas bipartisan Senat AS, warga Amerika tidak ingin pemerintah memantau situs web yang mereka kunjungi, video YouTube yang mereka tonton, dan pencarian internet yang mereka lakukan tanpa surat perintah," kata Wyden dalam sebuah pernyataan Selasa yang memuji penambahan amandemen Lofgren.
“Bahasa amandemen DPR melindungi warga AS dengan larangan sama dan jelas seperti yang diberikan oleh amandemen Senat. Itu berarti bahwa tidak jadi soal kalau pemerintah secara khusus hendak mengumpulkan catatan orang AS atau tidak. Pemerintah juga tidak bisa memutuskan kapan itu 'masuk akal' untuk mengatakan tidak mengumpulkan catatan orang AS.
Jika orang yang menjelajahi web atau melakukan pencaharian internet warga AS, pengumpulan informasi itu dilarang. "
Perubahan sikap Departemen Kehakiman AS dilakukan menyusul tweet Trump Selasa malam yang menyerukan anggota DPR Partai Republik untuk memberi suara menentang RUU tersebut. [my/jm]