MARKAS BESAR PBB —
Pasukan Afrika akan mengganti topi baja mereka dengan topi baja berwarna biru, pasukan pemelihara perdamaian PBB mulai tanggal 1 Juli, tetapi hanya jika Dewan Keamanan memutuskan 60 hari dari sekarang bahwa kondisi keamanan di sana kondusif. Jika tidak, dewan keamanan dapat menunda pengiriman mereka.
Pasukan Afrika itu, yang dikenal dengan singkatan AFISMA, saat ini berjumlah sekitar 6.200 tentara dari berbagai negara termasuk Nigeria, Chad, Gabon dan Burkina Faso. Sebagai Misi Stabilisasi Terpadu Multidimensi PBB di Mali - atau MINUSMA – pasukan itu akan diberi wewenang untuk menambah jumlahnya lebih dari 12.000 tentara dan polisi.
Setelah Dewan Keamanan dengan suara bulat mengesahkan misi itu hari Kamis, Duta Besar Prancis Gerard Araud mengatakan kepada para wartawan bahwa pasukan PBB tidak akan memburu para teroris ke tempat persembunyian mereka, tapi akan mmembela diri jika diserang.
"Operasi penjaga perdamaian ini tidak akan melakukan aksi anti-teroris. Ini adalah misi stabilisasi, stabilisasi Mali utara. Kita tahu ini sangat sederhana, mengapa kita membutuhkan pasukan keamanan? Karena kita perlu membangun kembali militer Mali. Segera setelah tentara Mali mampu menjamin kedaulatan negara Mali, operasi pemelihara perdamaian tidak akan dibutuhkan lagi,” kata Araud.
Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-moon awalnya merekomendasikan sebuah pasukan yang beroperasi bersama misi stabilisasi itu untuk menangani tugas-tugas kontra-terorisme - tugas yang biasanya di luar mandat pasukan pemelihara perdamaian PBB.
Tapi daripada mengirim pasukan terpisah, resolusi itu memberikan wewenang kepada Prancis untuk melakukan campur tangan jika ada "ancaman mendesak dan serius" dan atas permintaan Sekjen PBB. Perancis telah memimpin operasi serangan terhadap pemberontak di wilayah utara sejak pemerintah Mali meminta bantuan pada bulan Januari.
Prancis mengatakan pihaknya telah mulai menarik mundur sebagian dari 4.000 tentaranya dari Mali dan pada akhir tahun ini diharapkan hanya tinggal sekitar 1.000 tentara di negara itu. Tetapi dengan adanya aset militer di Chad dan Senegal, Perancis akan bisa dengan cepat menanggapi ancaman di Mali.
Ada beberapa keprihatinan yang diungkapkan oleh organisasi HAM dan beberapa negara anggota bahwa jika pasukan Afrika menjadi pasukan penjaga perdamaian PBB, mereka harus memenuhi standar tertentu, terutama dalam pelatihan HAM. Dan dalam kasus Chad, ada pertanyaan apakah pasukan negara itu akan diizinkan tetap menjadi bagian pasukan PBB karena negara itu telah dikritik karena menggunakan tentara anak.
Kepala Pasukan Perdamaian PBB Hervé Ladsous mengatakan pasukan untuk misi baru tersebut harus memenuhi standar PBB.
"HAM adalah salah satu elemen inti dari mandat itu. Sudah pasti, kami akan melakukan dua hal: melakukan pemeriksaan terhadap personil dan meningkatkan pelatihan HAM dan hukum kemanusiaan internasional. Kami ingin orang-orang kami tidak melakukan kesalahan. Itu sudah jelas,” kata Ladsous.
Pasukan baru untuk Mali itu bertugas melindungi warga sipil, mencegah kembalinya kelompok-kelompok bersenjata ke pusat permukiman penduduk, dan membantu pihak berwenang Mali membangun kembali kendali negara di seluruh wilayah Mali. Misi ini juga akan memiliki komponen pemantauan HAM, serta dimensi politik yang difokuskan untuk membantu pemilihan presiden dan legislatif yang dijadwalkan pada bulan Juli, serta memulai proses rekonsiliasi nasional.
Seorang utusan PBB untuk Mali diharapkan akan segera ditunjuk untuk mengepalai misi itu.
Pasukan Afrika itu, yang dikenal dengan singkatan AFISMA, saat ini berjumlah sekitar 6.200 tentara dari berbagai negara termasuk Nigeria, Chad, Gabon dan Burkina Faso. Sebagai Misi Stabilisasi Terpadu Multidimensi PBB di Mali - atau MINUSMA – pasukan itu akan diberi wewenang untuk menambah jumlahnya lebih dari 12.000 tentara dan polisi.
Setelah Dewan Keamanan dengan suara bulat mengesahkan misi itu hari Kamis, Duta Besar Prancis Gerard Araud mengatakan kepada para wartawan bahwa pasukan PBB tidak akan memburu para teroris ke tempat persembunyian mereka, tapi akan mmembela diri jika diserang.
"Operasi penjaga perdamaian ini tidak akan melakukan aksi anti-teroris. Ini adalah misi stabilisasi, stabilisasi Mali utara. Kita tahu ini sangat sederhana, mengapa kita membutuhkan pasukan keamanan? Karena kita perlu membangun kembali militer Mali. Segera setelah tentara Mali mampu menjamin kedaulatan negara Mali, operasi pemelihara perdamaian tidak akan dibutuhkan lagi,” kata Araud.
Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-moon awalnya merekomendasikan sebuah pasukan yang beroperasi bersama misi stabilisasi itu untuk menangani tugas-tugas kontra-terorisme - tugas yang biasanya di luar mandat pasukan pemelihara perdamaian PBB.
Tapi daripada mengirim pasukan terpisah, resolusi itu memberikan wewenang kepada Prancis untuk melakukan campur tangan jika ada "ancaman mendesak dan serius" dan atas permintaan Sekjen PBB. Perancis telah memimpin operasi serangan terhadap pemberontak di wilayah utara sejak pemerintah Mali meminta bantuan pada bulan Januari.
Prancis mengatakan pihaknya telah mulai menarik mundur sebagian dari 4.000 tentaranya dari Mali dan pada akhir tahun ini diharapkan hanya tinggal sekitar 1.000 tentara di negara itu. Tetapi dengan adanya aset militer di Chad dan Senegal, Perancis akan bisa dengan cepat menanggapi ancaman di Mali.
Ada beberapa keprihatinan yang diungkapkan oleh organisasi HAM dan beberapa negara anggota bahwa jika pasukan Afrika menjadi pasukan penjaga perdamaian PBB, mereka harus memenuhi standar tertentu, terutama dalam pelatihan HAM. Dan dalam kasus Chad, ada pertanyaan apakah pasukan negara itu akan diizinkan tetap menjadi bagian pasukan PBB karena negara itu telah dikritik karena menggunakan tentara anak.
Kepala Pasukan Perdamaian PBB Hervé Ladsous mengatakan pasukan untuk misi baru tersebut harus memenuhi standar PBB.
"HAM adalah salah satu elemen inti dari mandat itu. Sudah pasti, kami akan melakukan dua hal: melakukan pemeriksaan terhadap personil dan meningkatkan pelatihan HAM dan hukum kemanusiaan internasional. Kami ingin orang-orang kami tidak melakukan kesalahan. Itu sudah jelas,” kata Ladsous.
Pasukan baru untuk Mali itu bertugas melindungi warga sipil, mencegah kembalinya kelompok-kelompok bersenjata ke pusat permukiman penduduk, dan membantu pihak berwenang Mali membangun kembali kendali negara di seluruh wilayah Mali. Misi ini juga akan memiliki komponen pemantauan HAM, serta dimensi politik yang difokuskan untuk membantu pemilihan presiden dan legislatif yang dijadwalkan pada bulan Juli, serta memulai proses rekonsiliasi nasional.
Seorang utusan PBB untuk Mali diharapkan akan segera ditunjuk untuk mengepalai misi itu.