Pasukan keamanan Myanmar memblokir wartawan agar tidak meliput upaya vaksinasi untuk para pengungsi di negara bagian Rakhine, Myanmar, kata para wartawan setempat.
Setidaknya dua awak media berita yang mencoba mengunjungi kamp pengungsi domestik (internally displaced persons/IDP) untuk meliput peluncuran program vaksinasi itu mengaku polisi mengatakan kepada mereka bahwa mereka tidak boleh masuk.
“Petugas polisi mengatakan bahwa jurnalis tidak diizinkan masuk,” kata Tun Tha, editor Western News, kantor berita negara bagian Rakhine. “Jika kita ingin memasuki kamp, kita harus meminta izin dari pihak berwenang.”
Tun Tha mengatakan kepada VOA bahwa meskipun media bebas meliput kamp-kamp lain tanpa meminta izin, kebebasan itu tidak ada di kamp-kamp yang menampung Muslim.
“Kami bebas meliput berita di kamp pengungsi Rakhine, sedangkan kami perlu izin untuk meliput di kamp pengungsi Muslim. Tampaknya pihak berwenang menggunakan pendekatan terhadap komunitas Muslim dengan diskriminasi. Kami menganggapnya sebagai gangguan akses media dalam hal ini,” kata Tun Tha.
Sebelumnya, seorang juru bicara pemerintah militer Myanmar, Mayor Jenderal Zaw Min Tun, mengatakan pada akhir Agustus bahwa anggota minoritas Rohingya akan diberi vaksin COVID-19.
Sebagai minoritas Muslim di negara yang mayoritas beragama Buddha, pada tahun 2017 Rohingya menjadi sasaran kampanye yang digambarkan oleh PBB sebagai “standar pembersihan etnis.”
Selama bertahun-tahun sebelumnya, etnis Rohingya telah diberi hak kewarganegaraan dan hak-hak dasar lainnya.
Para pejabat negara di Myanmar memperkirakan lebih dari 200.000 pengungsi Muslim berada di negara bagian Rakhine.
Hla Thein, juru bicara militer untuk negara bagian Rakhine, tidak menanggapi permintaan komentar dari VOA mengenai penutupan akses media ini. [lt/em/rs]