Paus Fransiskus telah memberkati dan melipur hati sekelompok perempuan yang pernah digunakan sebagai budak seks bagi tentara Jepang pada waktu Perang Dunia Kedua.
Fransiskus menyambut masing-masing dari ketujuh perempuan itu, sebagian besar naik kursi roda, di katedral Myeongdong di Seoul, Senin (18/8) pada awal misa terakhirnya untuk perdamaian dan rekonsiliasi di semenanjung Korea.
Paus diberi lencana oleh seorang perempuan tersebut, yang segera dikenakannya pada rompinya dan ia mengenakannya sepanjang Misa.
Dalam wawancara dengan Associated Press menjelang pertemuan itu, Lee Yong-soo, 86 tahun, mengatakan dia berharap pertemuan itu akan mengurangi kepedihan yang dia dan “perempuan penghibur” lainnya masih rasakan lebih dari 70 tahun setelah mereka dipaksa menjadi budak seks.
Pada misa yang menandai berakhirnya kunjungan pertamanya di Asia Senin, ia menyerukan rekonsiliasi antara Korea Selatan dan saingannya yang beringas negara komunis Korea Utara.
Pada misa yang dihadiri Presiden Korea Selatan Park Geun-hye, Paus mengatakan rekonsiliasi hanya akan terwujut melalui pengampunan, walaupun kemungkinan tampaknya “mustahil, tidak praktis dan bahkan kadang-kadang memuakkan.”
Para pejabat Katolik di Korea Selatan mendesak Pyongyang agar mengirim delegasi dari Perhimpunan Katolik Korea yang dikelola negara ke Seoul untuk menghadiri misa, tetapi rezim Korea Utara menolak undangan tersebut, dengan alasan latihan militer bersama tahunan antara Korea Selatan dan Amerika Serikat, yang juga mulai Senin.
Korea Utara telah menyatakan akan melancarkan serangan penangkal tanpa-ampun terhadap Selatan kalau latihan itu diadakan.