Menanggapi isu kontroversial itu, pejabat tinggi PBB untuk hak asasi manusia, Zeid Ra'ad al Hussein tidak menutup-nutupi cemoohannya atas kebijakan yang dianggapnya diskriminatif, memalukan dan kontraproduktif.
Komisaris itu setuju dengan pengadilan administrasi tertinggi Perancis, yang Jumat lalu menetapkan bahwa larangan tersebut merupakan pelanggaran berat dan ilegal terhadap kebebasan fundamental dan seharusnya dicabut. Ia menyatakan bisa mengerti dan ikut sedih dan marah atas serangan teroris, termasuk pembantaian yang terjadi di Nice, 14 Juli lalu.
Menurut jurubicara komisaris tinggi, Rupert Colville, keputusan melarang burkini tidak memperbaiki situasi keamanan. Malahan, ia menyatakan, hanya memperparah intoleransi agama dan menstigmatisasi Muslim.
"Menstimulir polarisasi antara masyarakat, larangan pakaian itu telah menambah ketegangan. Akibatnya mungkin malahan merugikan upaya melawan dan mencegah ekstremisme, yang bergantung pada kerja sama dan saling menghormati antar masyarakat," ujar Colville.
Colville mengatakan larangan itu mengada-ada. Kepada VOA, ia menyatakan, larangan itu tidak ada kaitannya dengan kesehatan atau kebersihan, seperti diklaim sebagian orang. Ia menilai, pendapat bahwa larangan perempuan memakai burkini membebaskan mereka, adalah omong kosong.
"Terus terang itu adalah reaksi yang bodoh terhadap apa yang sedang kita hadapi terkait serangan teroris. Larangan itu tidak berdampak pada peningkatan keamanan maupun peningkatan ketertiban umum. Kalaupun berdampak, larangan itu memicu perselisihan, sehingga merusak ketertiban umum dan menimbulkan efek yang merugikan," tambahnya.
Komisaris Tinggi Zeid mengatakan orang yang memakai burkini atau busana apa saja tidak bisa disalahkan atas reaksi kekerasan atau bermusuhan yang dilakukan orang lain. [ka/ds]