Sebuah studi lembaga pengungsi PBB memperoleh temuan, ada bukti mengejutkan tentang kekerasan seksual yang meluas terhadap laki-laki dan anak Suriah di Suriah dan di negara-negara tetangganya di mana mereka mencari suaka.
Wartawan VOA Lisa Schlein melaporkan dari Jenewa bahwa hampir 200 pengungsi di Irak, Lebanon dan Yordania diwawancarai untuk studi ini akhir tahun lalu. Studi tersebut menunjukkan bahwa kekerasan terhadap laki-laki dan anak laki-laki jauh lebih luas daripada yang diperkirakan sebelumnya.
Studi itu memperoleh temuan, orang-orang gay, biseksual dan transgender paling rentan terhadap serangan seksual, dengan korban berusia antara 10 sampai 80 tahun.
Juru bicara badan pengungsi PBB, Andrej Mahecic, mengatakan bahwa kekerasan seksual terhadap laki-laki dan anak laki-laki di Suriah dipraktikkan oleh semua kelompok bersenjata, yang menggunakannya sebagai senjata perang. Ia mengatakan kepada VOA salah seorang korban yang memberikan bukti mengatakan bahwa ia dan sekitar 80 orang lainnya ditahan di sebuah sel kecil, tanpa cahaya selama 30 hari.
"Mereka semua ditelanjangi. Pada malam hari, tangan mereka akan digantung dan para penahan mereka umumnya menyiksa mereka dengan listrik pada alat kelamin dan bagian tubuh lainnya," papar Mahecic.
Studi itu memperoleh temuan, anak laki-laki pengungsi di negara-negara suaka dilecehkan secara seksual oleh pengungsi laki-laki lainnya dan oleh laki-laki warga setempat. Tingginya tingkat pekerja anak di antara anak-anak pengungsi Suriah membuat anak laki-laki mengalami risiko tersebut.
Mahecic mengatakan bahwa anak laki-laki dan laki-laki pengungsi yang bekerja di pasar gelap atau ekonomi informal rentan terhadap eksploitasi seksual dan pemerasan.
"Kami sudah mendengar bukti dan wawancara dengan laki-laki dan anak-anak pengungsi ymengenai fakta bahwa mereka tidak bisa menerima upah mereka sampai mereka melakukan tindakan seksual tertentu kepada majikan mereka," ujarnya.
Mahecic menambahkan bahwa insiden penyerangan seksual, pemerkosaan dan kekerasan terhadap laki-laki dan anak laki-laki Suriah sangat sedikit dilaporkan karena stigma yang terkait dengan hal itu.
Mahecic mengatakan bahwa budaya diam memperkuat mitos bahwa masalah ini jarang terjadi. Namun menurutnya, studi UNHCR menunjukkan bahwa kenyataan yang terjadi justru sebaliknya. [my/jm]