Tautan-tautan Akses

PBB Serukan Dihentikannya Praktik Mutilasi Genital Perempuan


Para aktivis perempuan dari Kenya, Uganda, Tanzania, Rwanda dan Burundi mengikuti aksi unjuk rasa untuk memrotes praktik mutilasi genital perempuan (FGM), pernikahan dini, pelecehan seksual dan KDRT dalam aksi di Nairobi, Kenya (foto: dok).
Para aktivis perempuan dari Kenya, Uganda, Tanzania, Rwanda dan Burundi mengikuti aksi unjuk rasa untuk memrotes praktik mutilasi genital perempuan (FGM), pernikahan dini, pelecehan seksual dan KDRT dalam aksi di Nairobi, Kenya (foto: dok).

Pada Hari Toleransi Nol Internasional untuk Mutilasi Genital Perempuan, Perserikatan Bangsa-Bangsa menyerukan dihentikannya praktik tradisi, yang menyebabkan gangguan fisik dan psikologis bagi jutaan perempuan dan anak perempuan di seluruh dunia.

Menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa, lebih dari 200 juta anak perempuan dan perempuan di 30 negara saat ini hidup dengan menanggung konsekuensi berbahaya akibat mutilasi alat kelamin perempuan, Female Genital Mutilation (FGM). Anak-anak perempuan, antara usia bayi dan 15 tahun, menjadi korban praktik itu, yang banyak terjadi di Afrika, Timur Tengah dan Asia.

Organisasi Kesehatan Sedunia (WHO) melaporkan, FGM tidak ada manfaatnya, sebaliknya, menimbulkan masalah serius, termasuk perdarahan hebat, infeksi, komplikasi saat melahirkan dan peningkatan risiko kematian bayi baru lahir.

Ada bukti tak terbantahkan mengenai konsekuensi serius seumur hidup bagi kesehatan akibat tindakan itu. Namun demikian, WHO melaporkan, praktik itu tetap ada karena adanya mitos dan kesalahpahaman.

Juru bicara WHO, Fadela Chaib mengatakan satu mitos yang berbahaya adalah bahwa hanya anak perempuan yang menjalani tindakan itu yang bisa tumbuh menjadi perempuan dewasa dan dianggap terhormat.

Ia menambahkan, orang sering percaya, risikonya kecil bagi anak perempuan dan perempuan jika tindakan itu dilakukan oleh dokter atau tenaga kesehatan profesional.

"Itu tidak benar. WHO sangat menentang petugas kesehatan mana pun membantu melakukan praktik itu. FGM adalah praktik berbahaya dan bisa menyebabkan komplikasi kesehatan fisik, mental dan seksual, tak peduli siapapun yang melakukannya," kata Fadela Chaib.

Masih sulit mengenyahkan praktik FGM. Tetapi, Chaib mengatakan, kemajuan yang lambat dicapai di komunitas-komunitas di seluruh dunia. Ia mengutip kasus Sudan, negara dengan banyak FGM.

Dengan bantuan beberapa agen PBB dan pembiayaan dari Inggris dan Irlandia, Chaib mengungkapkan, praktik itu semakin langka terjadi dalam komunitas-komunitas di seluruh negara itu. [ka/jm]

XS
SM
MD
LG