Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mengatakan, Jumat (29/1), ia mengamati perkembangan di Myanmar dengan keprihatinan besar karena munculnya ancaman militer dan kekhawatiran akan terjadinya kudeta menjelang pembukaan sidang parlemen.
Meningkatnya ketegangan antara pemerintah sipil dan militer yang berpengaruh telah menimbulkan kekhawatiran mengenai kemungkinan kudeta menyusul hasil pemilu yang menurut militer telah dicurangi.
Militer mengatakan pihaknya berencana untuk mengambil tindakan jika keluhan mereka tentang pemilu tidak ditangani, sementara seorang juru bicara militer pekan ini menolak untuk mengesampingkan kemungkinan terjadinya perebutan kekuasaan.
Dalam sebuah pernyataan, Guterres meminta semua pihak berhenti mengeluarkan segala bentuk hasutan atau provokasi, menunjukkan kepemimpinan, mematuhi norma-norma demokrasi dan menghormati hasil pemilu 8 November. "Semua sengketa pemilu harus diselesaikan melalui mekanisme hukum yang telah ditetapkan," tambahnya.
Dalam sebuah pernyataan terpisah, negara-negara Barat mengatakan bahwa mereka mengharapkan pembukaan sidang parlemen yang berlangsung damai pada Senin (1/2).
"Kami mendesak militer, dan semua pihak lain di negara ini mematuhi norma-norma demokrasi, dan kami menentang segala upaya untuk mengubah hasil pemilu atau menghalangi transisi demokrasi di Myanmar," kata pernyataan yang ditandatangani antara lain oleh kedutaan besar Australia, Inggris, Kanada, Uni Eropa dan Amerika Serikat. [ab/uh]