Seorang pemimpin oposisi mengatakan pemberontak Libya bersedia menerima perjanjian gencatan senjata PBB jika pemimpin Moammar Gaddafi menarik pasukannya dari seluruh kota dan mengizinkan protes damai.
Di kota yang dikuasai pemberontak utama, Benghazi, pemimpin oposisi dan mantan menteri kehakiman Mustafa Abdul-Jalil mengatakan kepada wartawan bahwa para pemberontak bersedia menerima gencatan senjata dengan kondisi yang tepat.
Mustafa Abdul-Jalil mengatakan para pemberontak akan menerima gencatan senjata dalam kondisi tertentu, termasuk memberikan kebebasan penuh kepada rakyat Libya di wilayah barat negara itu untuk menentukan nasib mereka sendiri.
Pemberontak juga menginginkan penarikan tentara bayaran dari jalan-jalan dan para penembak jitu dari atap gedung serta dihentikannya pengepungan pasukan pendukung pemerintah di kota-kota di Libya barat.
Mustafa menekankan tujuan para pemberontak adalah membebaskan Libya dari pemerintahan Gaddafi, sambil menjaga persatuan dan menjaga kota Tripoli sebagai ibukota.
Ia melanjutkan dengan mengatakan dewan sementara pemberontak telah menghubungi Palang Merah Internasional untuk merundingkan pertukaran tawanan dengan pendukung setia Gaddafi.
Namun, Mustafa juga mengeluhkan bahwa pasukan Gaddafi telah menculik para warga di kota-kota Zawara dan Zawiya dan di tempat lain.
Para pejuang pemberontak menembakkan roket dari posisinya di sepanjang jalan di luar kota Brega hari Jumat, selagi para pendukung setia Gaddafi menguasai kota itu. Sekelompok besar pemberontak juga ditempatkan ke kota terdekat Ajdabiya untuk menjaga jalan-jalan raya strategis ke kota-kota Benghazi dan Tobruk yang dikuasai pemberontak.
Di Libya barat, para saksi mata di dalam kota Misrata yang dikepung melaporkan bahwa tank-tank pemerintah telah masuk ke kota, menembak secara acak selagi para tentara menyerang dan menjarah rumah-rumah dan toko-toko.
Meskipun pertempuran tengah terjadi, perundingan gencatan senjata dilaporkan akan dilakukan di London.
Menurut koran Inggris The Guardian, Mohammed Ismail, seorang penasihat yang dekat dengan Saif al Islam Gaddafi, putra pemimpin Libya, dilaporkan bertemu dengan para pejabat Inggris untuk membahas penyelesaian politik.