Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) bersama Suciwati, istri mendiang aktivis hak asasi manusia, Munir mendesak Presiden Joko Widodo segera mengumumkan secara resmi hasil penyelidikan Tim Pencari Fakta (TPF) pembunuhan Munir kepada masyarakat.
Kontras bersama Suciwati, istri almarhum aktivis hak asasi manusia Munir Said Thalib, Kamis (28/4) mendaftarkan permohonan sengketa informasi kepada Komisi Informasi Pusat.
Dalam permohonan tersebut, Suciwati dan KontraS meminta Komisi Informasi pusat untuk memutuskan agar pemerintah Indonesia wajib mengumumkan secara resmi hasil penyelidikan Tim Pencari Fakta kasus meninggalnya Munir kepada masyarakat.
Kepada wartawan, Suciwati, istri mendiang aktivis HAM, Munir mengatakan pemerintah Indonesia wajib memberikan penjelasan atas alasan pemerintah yang belum mengumumkan hasil penyelidikan Tim Pencari Fakta kasus meninggalnya Munir.
"Tidak dipublikasikan kepada masyarakat kita juga ingin tahu kenapa ditunda sekian lama rekomendasi itu tidak dibacakan jadi itu pertanyaan kami juga. Alasan hampir 12 tahun tidak dipublikasi, buat kami itu pertanyaan yang harus dijawab," kata Suciwati.
Sebelumnya TPF Munir sudah menyerahkan secara resmi hasil penyelidikannya kepada Presiden pada 11 Mei 2005. Semestinya pemerintah setelah tim TPF itu menyerahkan hasil penyelidikannya harus segera mengumumkan hasil penyelidikan TPF Munir tersebut kepada masyarakat sebagaimana diatur dalam penetapan kesembilan Keppres no.111 tentang Tim Pencari Fakta kasus meninggalnya Munir.
Wakil Koordinator Bidang Advokasi Kontras Yati Andriani mengatakan setelah hampir 12 tahun berlalu, pemerintah juga belum melaksanakan kewajibannya membuka dan mengumumkan secara resmi laporan penyelidikan TPF Munir kepada masyarakat.
Sebelumnya kata Yati, KontraS telah mendatangkan dan meminta penjelasan tentang hal ini kepada Kementerian Sekretariat Negara pada 1 Maret 2016 tetapi lembaga itu menyatakan bahwa mereka tidak memiliki dan menguasai laporan hasil penyelidikan TPF Munir. Bahkan Kemensesneg lanjutnya dalam tanggapannya juga mengungkapkan bahwa mereka tidak mengetahui keberadaan laporan hasil penyelidikan TPF tersebut.
Pernyataan itu kata Yati sangat sulit diterima sebab TPF Munir dibentuk secara resmi oleh presiden dan pelaksanaan kegiatan operasionalnya diurus oleh Kemensesneg. Oleh karena itu tambahnya pernyataan tersebut menunjukan ketidakseriusan dan keengganan pemerintah Indonesia untuk menyelesaikan kasus Munir.
Lebih lanjut Yati mengatakan pengumuman hasil laporan TPF Munir ini sangat penting bagi Suciwati, istri Munir dan juga masyarakat. Ketidakseriusan pemerintah itu menurut Yati telah mencederai rasa keadilan dan harapan publik terkait penyelesaian kasus Munir.
Dalam petisi di Change.org sudah terkumpul 11 ribu lebih dukungan masyarakat yang mendesak pemerintah Indonesia membuka dokumen hasil penyelidikan TPF Munir dan penuntasan kasus ayah beranak dua itu.
"Desakan masyarakat sebetulnya cukup kuat pada pemerintah agar hasil TPF ini dibuka, agar kasus Munir ini diselesaikan. Jadi buat kami bukan hanya untuk kepentingan Kontras dan kepentingan mbak Suci tetapi ini kepentingan publik dan KIP adalah lembaga publik dan TPF hasil kerja publik sehingga menurut kami ini penting iniuntuk segera dibuka. Tidak ada tujuan lain selain akses keadilan untuk publik, korban," lanjutnya.
Ketua Komisi Informasi Pusat Indonesia Abdul Hamid Dipopramono mengatakan akan menindaklanjuti laporan ini. Kasus Munir ini tambahnya akan menjadi perhatian karena kasus kematian Munir ini telah lama terjadi. Dia juga menegaskan sejauh dokumen tersebut tidak mengganggu proses hukum, itu harus dibuka.
"Kalau nanti di pengadilan itu terbukti tidak menggangu informasi itu pasti itu akan dibuka. Kalau berdasarkan Undang-undang itu harus selesai dalam 100 hari semua dari proses pendaftaran sampai putusan itu 100 hari," kata Abdul Hamid Dipopramono.
Munir Said Thalib meninggal dunia dalam perjalanannya ke Belanda pada 7 September 2004 karena diracun. Dalam kasus ini mantan pilot Garuda telah divonis 14 tahun penjara dan kini telah bebas bersyarat setelah menjalani delapan tahun penjara.
Sementara Mantan Deputi Penggaangan BIN Muchdi Purwoprandjono divonis bebas oleh pengadilan. [fw/em]