Kasus penipuan yang dilakukan agen perjalanan umrah terhadap calon jamaahnya marak terjadi. Belum usai kasus penipuan yang dilakukan PT First Karya Wisata atau Fist Travel, kini peristiwa yang sama juga terjadi di sejumlah daerah seperti Bandung, Makasar, dan Cirebon.
Korbannya bahkan sampai ribuan. Niat para calon jamaah umrah untuk beribadah kini pupus karena telah ditipu oleh agen perjalanan umrah yang tidak bertanggung jawab.
Di Makasar, sebuah agen perjalanan umrah Abu Tours yang didirikan oleh Hamzah Mamba telah merugikan puluhan ribu jamaah dengan total kerugian mencapai 1,4 trilliun rupiah.
Mereka biasanya menggunakan modus paket haji atau umrah yang sangat murah, jauh di bawah batas yang ditetapkan pemerintah dalam hal ini Kementerian Agama. First Travel contohnya sempat menawarkan paket umrah seharga Rp 14,3 juta. Padahal Kementerian Agama sudah menetapkan standar umrah paling murah sebesar Rp 22.610.000.
Baca juga: Niat Ibadah Umrah Batal karena Tertipu oleh Biro Jasa
Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin mengatakan kementeriannya saat ini sedang membenahi sistem pengawasan penyelenggaraan umrah yang banyak diselewengkan. Salah satu upayanya lanjut Lukman yaitu dengan merevisi Peraturan Menteri Agama tentang penyelenggaraan Ibadah Umrah.
Dalam aturan tersebut tegas diatur bahwa selambat-lambatnya enam bulan sejak calon jamaah umrah yang telah mendaftarkan diri pada suatu biro travel, maka para calon jamaah umrah itu harus sudah diberangkatkan.
Bahkan, Lukman menambahkan, jika jemaah umrah sudah melunasi pembayaran, maka tiga bulan setelahnya jemaah sudah harus diberangkatkan. Selama ini agen atau biro perjalanan umrah tidak memiliki batas waktu dalam memberangkatkan jamaahnya.
Selain itu, biro perjalanan umrah dilarang menggunakan dana jemaah untuk kepentingan bisnisnya. Menurutnya dana tersebut harus digunakan untuk memberangkatkan para jamaah ,sehingga harus betul-betul mendasarkan diri pada ketentuan syariat. Multi Level Marketing (MLM) yang banyak digunakan oleh sejumlah penyelenggara haji dan umrah kata Lukman sudah tidak boleh digunakan oleh penyelenggara umrah.
Penyelenggara umrah tambahnya juga harus mengikuti batas tarif umrah yang ditetapkan pemerintah.
"Revisi PMA yang mengatur tentang perjalanan umrah sehingga kita mempunyai PMA yang baru no.8 tahun 2018, disitu kita atur regulasi yang semakin ketat yang intinya memberikan perlindungan terhadap jamaah umrah agar mereka tidak menjadi objek penipuan dari segelintir oknum yang tidak bertanggung jawab itu," tegas Lukman.
Kementerian Agama Selasa (27/3) mencabut izin operasional empat pelaku bisnis biro perjalanan umrah yang bermasalah. Keempat biro perjalanan umrah tersebut, yaitu PT Amanah Bersama Ummat (ABU Tours) yang berdomisili di Makassar, Solusi Balad Lumampah (SBL) di Bandung, Mustaqbal Prima Wisata di Cirebon, dan Interculture Tourindo di Jakarta.
Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) Kementerian Agama Nizar Ali mengatakan pencabutan empat biro perjalanan umrah ini karena mereka telah terbukti gagal memberangkatkan jemaah.
Sedangkan Interculture dicabut izin karena tidak lagi memiliki kemampuan finansial sebagai penyelenggara perjalanan ibadah umroh setelah bank garansinya disita pihak kepolisian terkait kasus First Travel (FT). Interculture adalah PPIU yang berafiliasi dengan FT.
"Jadi hari ini (Selasa 27/3) Kementerian Agama telah mencabut 4 penyelenggara umrah. Jadi yang pertama Abu Tour , SBL. Mustaqbal Prima Wisata, keempat interculture Tourindo," ungkap Nizar.
Sebelumnya, Kepala Pengurus Harian Yayasan Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi menilai Kementerian Agama lamban mengatasi masalah penipuan umrah yang telah berkali-kali terjadi.
Kementerian Agama menurutnya terlalu mudah mengeluarkan izin operasional biro umrah yang tidak memenuhi kriteria sehingga menjadi celah bagi agen yang tidak profesional untuk mencari keuntungan. Penipuan umrah juga marak, menurut Tulus, karena banyak masyarakat tidak memiliki informasi cukup dan mudah tergiur dengan promosi harga umrah murah. Kementerian agama juga dinilai belum maksimal melakukan pengawasan.
"Sehingga yang dilakukan adalah pengawasan dari pemerintah mulai dari perizinan, pengawasan setelah izin diberikan dan juga sanksi," ujar Tulus Abadi. [fw/em]