Menyusul pengunduran diri Presiden Hosni Mubarak, Sabtu lalu, evakuasi warga Indonesia di Mesir dihentikan karena situasi keamanan di negara itu kini berangsur-angsur pulih. Hal ini disampaikan oleh Kepala Satuan Tugas Penanganan WNI di Mesir, Hassan Wirajuda, kepada VOA.
“Sejak pemulangan kloter pertama, 1 Februari hinga kloter terakhir yang keenam pada 10 Februari, sudah kita putuskan untuk menghentikan evakuasi. Pertama dengan mundurnya Presiden Mubarak dan Mesir di bawah pemerintahan transisi mudah-mudahan persediaan bahan pangan membaik. Juga perkuliahan di Univerista Al Azhar sudah dimulai minggu ini. Sekarang kami menganjurkan warga Indonesia untuk kembali ke Mesir," ujar Hassan Wirajuga. Menurut informasi dari Hassan, total mahasiswa Indonesia di Mesir berjumlah 4.200 orang, dan dari sekitar 2.400 orang yang pulang, 2.100 di antaranya adalah mahasiswa.
Satgas Penanganan WNI di Mesir saat ini sedang mengatur kepulangan warga Indonesia untuk kembali ke Mesir. Warga telah diminta untuk mendaftarkan kepulangan mereka ke Kairo dan memberikan kesempatan untuk kembali dalam batasan waktu 30 hari sejak tiba di Indonesia. Pemerintah Indonesia menanggung seluruh biaya pemulangan.
“Mereka kita harapkan mulai mengurus paspor, visa, dan kemudian juga tiket dari daerah apakah itu bus, kereta api, atau pesawat, dan nanti dari Jakarta dengan pesawat komersial kita pulangkan ke Kairo," kata Hassan Wirajuda. "Seluruhnya atas biaya pemerintah, termasuk untuk keperluan transit satu malam, kita sediakan kembali Asrama Haji Pondok Gede. Tiket itu tidak diberikan dalam bentuk tunai, tapi dalam bentuk tiket."
Sedangkan untuk mahasiswa Indonesia di Mesir yang tidak ikut proses evakuasi, yang berjumlah sekitar 2.000-an orang, Hassa Wirajuda menjelaskan, mereka akan mendapatkan beasiswa sebanyak 350 pound Mesir. atau setara dengan 60 dolar AS per bulan yang akan diberikan selama tiga bulan ke depan.
Mantan Menteri Luar Negeri ini berharap pula, transisi politik akan berjalan tanpa kekacauan. Untuk sementara waktu, pemerintahan Mesir berada di bawah kendali militer hingga saatnya negeri itu menyelenggarakan pemilu enam bulan mendatang.
“Dari apa yang terjadi di Tunisia dan Mesir, langsung atau tidak menimbulkan instabilitas di Timur Tengah, kita sudah saksikan di Iran dan Aljazair itu sulit untuk dibantah," ujar Hassan Wirajuda. "Tetapi Timur Tengah seperti yang kita saksikan bulan lalu, petanya sudah berbeda. Dari perspektif Indonesia, kita harapkan pemerintahan demokratis terbentuk dibandingakan yang selama ini, agar pembangunan politik di Timur Tengah bisa lebih baik dari sebelumnya.”
Pekan lalu, pengamat politik internasional Salim Said, memperkirakan konflik politik di Mesir akan mengubah peta politik dunia Islam, ketika pemimpin dijatuhkan oleh rakyat yang menuntut perubahan dan kehidupan yang lebih demokratis. Yang terjadi di Mesir, menurut Salim Said, dapat menginspirasi negara-negara lain di kawasan Timur Tengah untuk turut mengadopsi demokrasi.