Sekitar 80 ekor sapi berada di kompleks Tempat Pembuangan Akhir Sampah, Putri Cempo Solo, Rabu siang (7/9). Puluhan sapi tersebut memakan sampah yang menumpuk di lokasi pembuangan sampah. Secara fisik tidak ada yang berbeda antara kondisi sapi pemakan sampah dengan sapi di lokasi lain.
Salah seorang pemilik sapi pemakan sampah, ketika ditemui di lokasi tersebut, Sugino Cipto, mengatakan ada empat ekor sapi miliknya yang digembalakan di lokasi pembuangan sampah ini. Sugino menceritakan meski sapi miliknya memakan sampah, tetap ada orng yang berminat membeli sapi-sapi tersebut, apalagi menjelang Idul Adha.
“Ada empat ekor sapi milik saya yang digembalakan di lokasi TPS ini. Setiap pagi saya bawa ke sini dan sore saya bawa pulang ke rumah. Pernah tahun lalu, sapi saya yang sering memakan sampah di lokasi ini dibeli orang yang berkeliling dan datang ke rumah. Harganya tidak jauh berbeda dengan sapi lainnya di pasaran, 15-20 juta rupiah per ekor. Kalau soal surat keterangan kesehatan hewan, saya tidak tahu detailnya, yang penting sapi saya laku dijual. Dua ekor sapi saya dibeli menjelang idul adha tahun lalu. Sapi saya tidak dikarantina,” kata Sugino Cipto.
Sapi-sapi itu bergerombol mengunyah sampah yang menumpuk, berpindah dari satu lokasi ke lokasi lain. Mata Sugino terus mengamati sapi-sapi miliknya yang berada di kompleks pembuangan sampah.
Kepala Dinas Pertanian Pemerintah Kota Solo, Weni Ekayanti, menegaskan sapi-sapi pemakan sampah yang berada di lokasi pembuangan sampah dilarang untuk dijadikan hewan kurban sebelum menjalani karantina selama enam bulan. Menurut Weni, langkah ini untuk mencegah bahan berbahaya dalam daging sapi dikonsumsi untuk perayaan Idul Adha.
“Tahun lalu data kami ada 40 lokasi penjualan hewan kurban. Sedangkan jumlah hewan kurban mencapai 10 ribuan ekor meliputi sapi, kambing dan domba. Sapi pemakan sampah yang ada di lokasi pembuangan akhir sampah, kita belum dapat data resmi jumlahnya berapa. Sejak tahun 2014 kita sudah himbau warga dan pemulung agar tidak menggembalakan sapi di lokasi pembuangan akhir sampah. Kita tidak bisa melarang mereka menggembalakan sapi di lokasi itu," kata Weni Ekayanti.
"Dampak jika daging sapi itu dikonsumsi kan jelas, ada residu logam berat di dalamnya. Agak susah membedakan daging dari sapi pemakan sampah dengan daging sapi lainnya. Semakin lama digembalakan di lokasi pembuangan sampah, semakin banyak logam berat yang terkandung dalam daging sapi. Sapi yang digembalakan di lokasi pembuangan sampah itu tidak hanya dari Solo, tapi daerah lain juga ada yang membawa sapi ke lokasi itu. Kalau mau dijadikan hewan kruban, sapi pemakan sampah itu harus dikarantina enam bulan dulu sebelumnya,” lanjutnya.
Sementara itu, tim dari Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam atau MIPA Universitas Sebelas Maret UNS Solo, meneliti daging sejumlah sapi, termasuk sapi pemakan sampah.
Juru bicara peneliti dari sub laboratorium kimia kampus tersebut, Pranoto, mengungkapkan hasil penelitian menunjukkan kandungan bahan berbahaya berupa timbal paling banyak ada dalam daging sapi pemakan sampah.
Menurut Pranoto, kandungan timbal itu hampir 15 kali lipat dari batas ambang yang ditetapkan pemerintah. Dampaknya jika dikonsumsi, tambah Pranoto, timbal dapat menyebabkan penurunan daya intelegensia pada anak dan gangguan organ dalam manusia antara lain ginjal, hati, syaraf, pencernaan, jantung dan sebagainya.
“Kami sedang meneliti daging sapi, ada empat sampel yang kami gunakan yaitu daging dari sapi pemakan sampah baru kurang dari satu minggu, sapi pemakan sampah lama lebih dari satu minggu, sapi diambil urine-nya, dan sebagainya. Hasilnya, daging sapi pemakan sampah, terutama sampah lama, kandungan logam berat 15 ppm, padahal yang diperbolehkan pemerintah, BPOM, hanya 1 ppm, artinya kandungannya 15 kali lipat, sangat tidak layak dikonsumsi. Sapi pemakan sampah lama sangat berbahaya dikonsumsi,” jelas Pranoto.
Selain mengandung Timbal, dalam daging sapi pemakan sampah juga ditemukan kandungan bahan berbahaya lainnya antara lain merkuri, cadmium, dan cobalt. Menjelang Idul Adha, perdagangan hewan kurban yang perlu diwaspadai selain perdagangan sapi pemakan sampah juga ancaman antraks. [ys/lt]